1.
Latar Belakang Masalah
Pembangunan adalah sumua proses perubahan yang dilakukan melalui
upaya-upaya secara sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai
dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah,
2005). Portes
(1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan
budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki
berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Pembangunan merupakan proses perubahan ke arah yang lebih
baik, yang dapat memberikan perbedaan dari keadaan sebelumnya. Hal ini
senangtiasa menjadikan suatu acuan pada pemerintah dibanyak negara yang amkin
menambakan tingkat kehidupan agar lebih baik, khususnya di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. Pembanguna
di indonesia semenjak orde lama ataupun orde baru bahkan sekarang ini
merupakan usaha yang direncanakan oleh pemerintah dengan berorientasi pada
pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia
dalam arti tidak hanya mengejar kemajuan dan kepuasan batin. Tetapi mengejar
keseluruhan serta kesesuian dan keseimbangan antara keduanya.
Dapat pula dikatakan bahwa pembangunan dalam pengertian
tersebut harus dapat menciptakan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Sebagai usaha
direncanakan pembanguna tidak akan terlepas adanya intevensi aktif yang
dilakukan oleh individu-individu atau kelompok dengan tujuan untuk meningkatkan
taraf kesejahteraan sosial dengan menggunakan ide-ide dan prektek-praktek dari
bangsa lain.
Menurut (Shoemaker dan Deddy Rogers , 2005). Pengertian dari
pembangunan adalah sebagai berikut:
Perubahan sosial yang besar dari suatu keadaan nasional
keadaan nasional lain yang dipandang lebih bernilai bersifat lebih spesifik
dari waktu kewaktu, dari budaya kebudaya yang lain atau dari suatu negara
kenegara lain. Hal ini berkaitan dengan waktu dan bertumpu pada lingkungan
sosial budaya, karenanya konsep pembangunan nasional diinterpretasikan dari
banyak segi.
Demikian pula proyek pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik
Tenaga Uap) Sumuradem berada di wilayah Kabupaten Indramayu. Desa Sumur
Adem lebih tepatnya sehingga ini disebut daerah Sumuradem. Tapi ada juga yang
menyebutkan PLTU Indramayu oleh karena PLTU ini yang berlokasi di Indramayu.
Kapasitas PLTU dalam memproduksi Listrik dibantu oleh 3 unit Trafo x 330 MW
sehingga cukup sekali dalam alokasi listrik ke seluruh daerah Pantura dan
sekitarnya. Namun diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup
masyarakat dalam bidang ekonomi, terutama terhadap perluasan peluang kerja.
Proyek pembangunan PLTU Sumur Adem merupakan proyek nasional bagian dari Fast Track Program 10.000 MW Tahap Satu
(FTP-1).Peresmian beroperasinya PLTU 1 Jawa Barat Indramayu dilakukan oleh
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Rabu (12/10) di
lokasi pembangkit. Turut hadir dalam peresmian itu Dirut PLN Dahlan Iskan dan
Duta Besar China untuk Indonesia.
Pada saat yang sama, turut
diserahkan bantuan Corporate Sosial Responsibility (CSR) yang merupakan sinergi
program CSR antara PLN dengan Bank Mandiri berupa renovasi gedung sekolah dasar
dan bangunan Puskesmas yang ada desa Sumur Adem. Selain itu,
konsorsium kontraktor pelaksana juga turut menyerahkan bantuan CSR sebesar Rp.
50 Juta bagi lingkungan masyarakat disekitar pembangkitan.
PLTU 1 Jawa Barat mulai
dikerjakan sejak tahun 2007 dengan kontraktor pelaksana dari konsorsium China
National Mechinery Industry Corp (SINOMACH), China National Electric Equipment
Corp (CNEEC) dan PT Penta Adi Samudera. Nilai kontrak untuk pembangunan
pembangkit listrik yang menggunakan jenis batubara Low Rank Coal ini sebesar
USD 696.734.419 dan Rp 1.497.545.476.343. Pendanaannya berasal dari
Consortium of China Construction Bank, Konsorsium bank lokal Indonesia dan
APLN.
Nantinya, kebutuhan batubara
untuk PLTU Indramayu diperkirakan mencapai 4,2 juta ton batubara per tahunnya.
Kebutuhan batubara dipasok dari Kalimantan dan Sumatera yang disuplai oleh
sejumlah perusahaan, diantaranya PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT
Bukit Asam, PLN Batubara dan PT Kideco Jaya Agung.
Nantinya listrik yang
dihasilkan oleh PLTU Indramayu ini akan disalurkan melalui jaringan 150 Kilo
Volt (kV) ke Gardu Induk Sukamandi dan Kosambi untuk selanjutnya akan
didistribusikan melalui jaringan interkoneksi Saluran Udara Tegangan Ekstra
Tinggi (SUTET) 500 kV.
Dengan demikian, pasokan listrik
pada sistim kelistrikan Jawa Bali akan semakin tangguh, baik dari sisi
kecukupan pasokan dayanya maupun kualitas keandalannya. Saat ini daya
mampu rata-rata pembangkit pada sistim interkoneksi kelistrikan Jawa Bali
mencapai 21.000-an MW dengan rata-rata beban puncak (peak load) harian
berkisar 19.300 MW.
Proyek FTP Tahap 1 merupakan
proyek kelistrikan yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 71 tahun 2006
tanggal 6 Juli Jo Peraturan Pemerintah No. 59 tahun 2009. Proyek
kelistrikan Pemerintah-PLN ini tersebar di 37 lokasi di seluruh Indonesia,
yakni 10 lokasi di Jawa-Bali dengan total kapasitas 7.490 MW, 12 lokasi di
Indonesia Barat dengan total kapasitas 1.580 MW dan 15 lokasi di Indonesia
Timur dengan total kapasitas 865 MW.
Selain bertujuan untuk memenuhi
pertumbuhan kebutuhan listrik di Indonesia yang tumbuh pesat sejalan dengan
membaiknya pertumbuhan ekonomi, juga dimaksudkan untuk memperbaiki fuel
mix melalui diversifikasi energy primer dari bahan bakar minyak (BBM)
ke non-BBM dengan memanfaatkan batubara kalori rendah.
Proyek pembanguana PLTU Sumuradem
diperkirakan menelan biaya triliunan rupaih, dengan mempekerjakan teanaga kerja
ribuan karyawan. Waktu untuk menyelasaikan proyek tidak hanya 1 bulan atau 2
bulan saja, akan tetapi waktu untuk menyelesaikan proyek diperkirakan sampai
lima tahun lamanya dan sampai sekarangpun proyek pembangunan belum selesai.
Proyek pembangunan PLTU
merupakan suatu hal yang baru bagi masyarakat desa Sumur Adem, khususnya bagi
masyarakat yang bermata pencaharian petani ataupun nelayan. Oleh karena itu
masing-masing individu akan mempunyai persepsi yang berbeda. Pada awalnya ada yang
biasa-biasa saja, tidak ada perasaan bangga atau kecewa karena dampaknya akan
merugikan, hal ini karena belum begitu banyak atau bahkan tidak mengetahui sama
sekali akan dampak atau pengaruh berdirinya pembangunan PLTU.
Pada hakikatnya setiap kali berlangsung
proses pembanguna terjadi hubungan antara agen pembangunan (provider) dengan masyarakat yang menjadi
sasaran pembangunan sebagai penerima (recipients)
hubungan antara dua pihak itu merupakan hubungan timbal balik (Joyo Martono,
1991; 54) Agen pembangunan dituntut untuk menyesuaikan program dan kebijakannya
dengan kebutuhan masyarakat sasaran (target), sebaliknya masyarakat sasaran
akan mau menerima program itu apabila hal tersebut sesuia dengan kebutuhannya.
Agar pembangunan dalam hal
mendorong masyarakat sasaran mau menerima program pembangunan yang
direncanakan, perlu menciptakan kondisi dasar yang sesuai. Kondisi dasar
menurut Foster (1973: 149-150). Adalah (1) individu-individu yang terkena
program pembangunan harus menyadari bahwa ia membutuhkan perubahan dan mampu
mengubahnya. Dengan demikian kebutuhan itu harus relistis; (2)
individu-individu yang bersangkutan harus memiliki informasi yang jelas tentang
cara pemenuhan kebutuhan itu. Clyde M Woods 1975: 43) menambahkan bahwa
disamping adanya kesadaran masyarakat sasaran terhadap perlunya ada perubahan (felt need) juga diperlukan adanya
pengertian keuntungan yang diperoleh untuk menerimanya, dan adanya
keikutsertaan pimpinan tradisional (informal)
dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan (Joyomartono, 1991: 62)
hanya saja keikutsertaan dalam pembangunan sebenarnya tidak terlepas pada
tokoh-tokoh masyarakat, tetapi juga seluruh individu dalam masyarakat sasaran
harus ikut berpartisipasi dalam pembangunan, utamanya melalui usaha peningkatan
kesejahteraan ekonomi. Sehingga program-program pembangunan perlu memberikan
perhatian agar peluang kerja produktif dapat tercipta. Dengan demikian angkatan
kerja dapat terserap oleh pasar kerja baik yang belum terlatih ataupun yang
sudah terlatih. Mengingat produktivitas angkatan kerja pedesaan sangat rendah
yang tercermin pada kualitas dan rendahnya ketrampilan kerja yang dipicu dari
langkahnya peluang kerja produktif.
Wong dan saigol (1984: 89)
menyatakan, secara nasional, strategi pembangunan sebagai sektor unggul mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, tetapi kurang mempunyai efek pada
kesejahteraan masyarakat pedesaan. Artinya, tetesan kebawah tidak seperti yang
diharapkan oleh para perencana pembangunan. Mereka mengira bahwa pembangunan
yang dikembangkan cenderung menerapkan teknologi tinggi dan hemat tenaga kerja.
Masyarakat pedesaan menmuai kesulitan bila ingin bekerja pada industri karena
keterampilan mereka rendah. Strategi itu tidak hanya gagal dalam menyebarkan
dan merembeskan efek untuk memecahkan masalah peluang kerja, Akan tetapi justru
mengakibatkan kesenjangan sosial
ekonomi.
Terkait dengan hal tersebut
diatas proyek pembanguna melalui
kebijakannya diharapkan bisa menciptakan kondisi yang memungkinkan lahirnya
partisipasi aktif masyarakat sekitar proyek pembanguan. Sebagimana dikaitkan Harbirson
1981) bahwa pada tataran selanjutnya ditinjau dari aspek ekonomi pelaksanaan
proyek pembangunan mampu meningkatkan nilai tambah (Joyo martono, 1991:57).
Seperti adanya uang ganti rugi tanah yang diterima cukup besar jika dijadikan
sebagai tambahan modal dalam pengembangan usahanya. Dengan demikian ada
kecenderungan bahwa adanya tambahan modal, usahanya akan cepat berkembang
karena akan menambah bentuk, jenis atau macam dari usaha yang telah ada.
Apalagi adanya peluang untuk memenuhi kebutuhan di proyek pembangunan baik
dalam bidak transportasi ataupun usaha dalam bidang konsumsi, bidang
transportasi merupakan peluang untuk memenuhi kebutuhan pekerja terutama
pekerja yang datang dari luar kota. Dengan
demikian akan membuka peluang-peluang kerja sebagai usaha produksi ataupun jasa
bagi masyarakat setempat meskipun tergolong kecil (informal), baik antar sektor maupun sektor itu sendiri. Sebagaimana
dikatakan (Ranis, Stewart dan Reyes, 1989: 3) keterkaitan itu sekaligus
mendorong dan merangsang pertumbuhan dan menciptakan peluang kerja (Joyo Martono, 1991:32). Pada umumnya
masyarakat disekitar kawasan pembangunan belum siap menghadapi dan memanfaatkan
peluang-peluang yang muncul sebagai akibat aktivitas pembangunan. Hal ini
semakin akan menimbulkan ketidaksimbangan antara ketersediaan sumber-sumber
daya dengan tingkat pembangunan yang ada, baik terhadap modal, keahlian
produktif, kepemilikan aset, serta ketidak seimbangan dalam kesempatan kerja.
Tidak hanya terpaku pada aspek
ekonomi yang mempengaruhi kehidupan keluarga saja, namun secara langsung
ataupun tidak langsung akan mempengaruhi pada masyarakat secara luas sebagai
reaksi atau akibat yang dapat mengubah perilaku masyarakat dalam menghadapi
pekerjaan yang dilakukan, perilaku dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari baik
yang bersifat sederhana maupun yang bersifat kompleks. Seperti: mengikuti gaya
hidup, kenaikan harga, meningkatnya biaya hidup, meningkatnya kebutuhan pokok, kecemburuan sosial dan lain-lain.
Dari kenyataan tersebut diatas
mungkin orientasi PLTU tidak hanya pada aspek fisik sebagai tolak ukur
keberhasilan dalam pembangunan, namun diharapkan mampu mengubah pola hidup.
Sehingga bila ada masalah kecil saja dengan karyawan atau program PLTU tidak mudah
menjadi titik api yang cepat berkembang dan cepat menjadi besar. Misalnya
masalah SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) ataupun uji coba mesin
PLTU (suara merdeka/20 Desember 2005), yang menimbulkan keras sehingga banyak
peternak ayamnya yang stress dan mati. Isu yang berkembang akan terjadi
peningkatan panas/ suhu udara, asap dan sisa kebakaran batubara, serta limbah
bahan kimia yang lain yang bermuara dilaut sehingga hasil penangkapan ikan
menurun. Warga Sumur Adem demo tuntut akses kerja di PLTU Sumur Adem. (Suara
Merdeka/17 maret 2006). Padahal dukungan dan peran serta masyarakat akan
mendorong tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan. Melihat kompleksitas
permasalahan yang ada, upaya yang harus dilakukan secara komperhensif untuk
mengadakan pendekatan dalam mengkaji perilaku masyarakat yang menghambat
pembangunan PLTU untuk mencapai keberhasilan, terutama yang akan memiliki
dampak terhadap perluasan peluang kerja di dalam masyarakat sekitarnya.
2.
Identifikasi Masalah
Dari deskripsi tersebut
diatas, berbagai gejala yang muncul dimasyarakat desa sumuradem sebagai dampak
proyek pembangunan PLTU sumuradem yang akan menjadi objek penelitian sebagai
berikut: munculnya perubahan-perubahan masyarakat sekitar yang bersifat
tradisional menuju masyarakat yang bersifat modern terhadap proyek pembangunan
yang dapat menciptakan peluang kerja. Hadirnya proyek PLTU mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi terutama dalam
meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini terlihat adanya masyarakat usia
produktif cenderung mampu mengubah pola pikir dalam merencanakan masa depan
yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan meningkatkan taraf
hidupnya.
3.
Cakupan Masalah
Adapun ruang lingkup
penelitian adalah dampak proyek pembangunan PLTU Sumuradem yang dapat menciptakan
peluang kerja.
4.
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi
masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menarik
untuk dikaji secara mendalam melalui penelitian, yakni:
a. Bagaimana proses proyek
pembangunan PLTU Sumuradem di Desa Sumuradem?
b. Bagaimana kondisi perekonomian
masyarakat sebelum adanya proyek pembangunan PLTU Sumuradem?
c. Bagaimana dampak proyek
pembangunan PLTU terhadap peluang kerja dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 ?
5.
Tujuan Penelitian
a. Mengetahui proses proyek pembangunan PLTU Sumuradem di
Desa Sumur Adem
b. Mengetahui kondisi
perekonomian masyarakat sebelum adanya proyek pembangunan PLTU Sumur Adem
c. dampak proyek pembangunan PLTU
terhadap peluang kerja dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015.
6.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan temuan dari
penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai berikut:
a. Secara teoritik diharapkan
dapat memberikan tambahan referensi keilmuan dalam bidang ilmu pengetahuan
sosial
b. Memberi masukan dan rujukan
kepada pemerintah daerah agar pelaksanaan program sejenis untuk selanjutnya
lebih baik.
c. Sebagai pijakan penelitian
lanjutan yang berkaitan dengan dampak proyek pembangunan PLTU Sumur Adem
terhadap peluang kerja.
7.
Kajian Pustaka
Dedi M. Masykur Riyadi (2000) dalam penelitiannya yang
berjudul “Pembangunan Daerah Melalui Pengembangan Wilayah”, mengkaji mengenai Perencanaan
pembangunan wilayah ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan keseimbangan
pembangunan antar daerah sesuai dengan potensi alamnya dan memanfaatkan potensi
tersebut secara efisien, tertib dan aman. Untuk itu, berdasarkan UU No. 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah disusun Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN) yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997
sebagai acuan perencanaan pembangunan nasional. RT/RW berfungsi sebagai pedoman
untuk :
a. Perumusan
kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional
b. Mewujudkan
keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta
keserasian antar sektor pembangunan
c. Pengarahan
lokasi investasi yang dilaksanakan oleh pemerintah dan atau masyarakat
d. Penataan
ruang wilayah propinsi dan kabupaten/kota.
Herry Darwanto (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah”, mengenai setiap daerah mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang
berbeda dengan daerah lain. Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi
suatu daerah pertama-tama perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik
daerah itu sendiri, termasuk interaksinya dengan daerah lain. Dengan demikian
tidak ada strategi pembangunan ekonomi daerah yang dapat berlaku untuk semua
daerah. Namun di pihak lain, dalam menyusun strategi pembangunan ekonomi
daerah, baik jangka pendek maupun jangka panjang, pemahaman mengenai teori
pertumbuhan ekonomi wilayah, yang dirangkum dari kajian terhadap pola-pola
pertumbuhan ekonomi dari berbagai wilayah, merupakan satu faktor yang cukup
menentukan kualitas rencana pembangunan ekonomi daerah.
Keinginan kuat dari pemerintah daerah untuk membuat strategi pengembangan
ekonomi daerah dapat membuat masyarakat ikut serta membentuk bangun ekonomi
daerah yang dicita-citakan. Dengan
pembangunan ekonomi daerah yang terencana, pembayar pajak dan penanam
modal juga dapat tergerak untuk mengupayakan peningkatan ekonomi. Kebijakan
pertanian yang mantap, misalnya, akan
membuat pengusaha dapat melihat ada peluang untuk peningkatan produksi
pertanian dan perluasan ekspor. Dengan peningkatan efisiensi pola kerja
pemerintahan dalam pembangunan, sebagai bagian dari perencanaan pembangunan,
pengusaha dapat mengantisipasi bahwa pajak dan retribusi tidak naik, sehingga
tersedia lebih banyak modal bagi pembangunan ekonomi daerah pada tahun depan.
Pembangunan ekonomi daerah perlu memberikan solusi jangka pendek dan jangka
panjang terhadap isu-isu ekonomi daerah yang dihadapi, dan perlu mengkoreksi
kebijakan yang keliru. Pembangunan ekonomi daerah merupakan bagian dari
pembangunan daerah secara menyeluruh. Dua prinsip dasar pengembangan ekonomi daerah
yang perlu diperhatikan adalah (1) mengenali ekonomi wilayah dan (2) merumuskan
manajemen pembangunan daerah yang pro-bisnis.
Di setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan, namun
ada beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau bahkan
berhenti sama sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas kedua
dalam kegiatan ekonomi. Hal ini mengakibatkan penanam modal dan pelaku bisnis
keluar dari wilayah tersebut karena wilayah itu dianggap sudah tidak layak lagi
untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu
menjadi semakin lambat.
Upaya pengembangan sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan dan
mempromosikan agroindustri di wilayah tertinggal. Program kerjasama dengan
pemilik lahan atau pihak pengembang untuk mau meminjamkan lahan yang tidak
dibangun atau lahan tidur untuk digunakan sebagai lahan pertanian perlu
dikembangkan. Dari jumlah lahan pertanian yang tidak produktif ini dapat
diciptakan pendapatan dan lapangan kerja bagi penganggur di perdesaan. Program
kerjasama mengatasi keterbatasan modal, mengurangi resiko produksi,
memungkinkan petani memakai bahan baku impor dan produk yang dihasilkan dapat
mampu bersaing dengan barang impor yang sejenis serta mencarikan dan membuka
pasaran yang baru.
Faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi dapat berasal dari dalam wilayah
maupun dari luar wilayah. Globalisasi adalah faktor luar yang dapat menyebabkan
merosotnya kegiatan ekonomi di suatu wilayah. Sebagai contoh, karena kebijakan
AFTA, maka di pasaran dapat terjadi kelebihan stok produk pertanian akibat
impor dalam jumlah besar dari negara ASEAN yang bisa merusak sistem dan harga
pasar lokal. Untuk tetap dapat bersaing, target pemasaran yang baru harus
segera ditentukan untuk menyalurkan kelebihan hasil produksi pertanian dari
petani lokal. Salah satu strategi yang harus dipelajari adalah bagaimana
caranya agar petani setempat dapat mengikuti dan melaksanakan proses produksi
sampai ke tingkat penyaluran. Namun daripada bersaing dengan produk impor yang
masuk dengan harga murah, akan lebih baik jika petani setempat mengolah
komoditi yang spesifik wilayah tersebut dan menjadikannya produk yang bernilai
jual tinggi untuk kemudian disebarluaskan di pasaran setempat maupun untuk
diekspor.
Apa yang telah terjadi di Pulau Jawa kiranya perlu dihindari oleh
daerah-daerah lain. Pengalihan fungsi sawah menjadi fungsi lain telah terjadi
tanpa sulit dicegah. Hal ini mengurangi pemasukan ekonomi dari sektor pertanian
di wilayah tersebut, disamping itu juga menghilangkan kesempatan untuk
menjadikan wilayah yang mandiri dalam pengadaan pangan, termasuk mengurangi
kemungkinan berkembangnya wisata ekologi yang memerlukan lahan alami.
Dari ketiga penelitian
diatas, memiliki beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang hendak
dilakukan dalam tesis ini. Persamaannya, antara lain 1) ..... sedangkan
perbedaanya pada objek penelitian . ....
8.
Kerangka Teoretis
Perubahan-perubahan masyarakat
sekitar yang bersifat tradisional menuju masyarakat yang bersifat modern
terhadap proyek pembangunan yang dapat menciptakan peluang kerja. Hadirnya
proyek PLTU mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat baik dalam bidang
ekonomi terutama dalam meningkatkan kesejahteraannya.
9.
Kerangka Berfikir
|
|
|
|
|
|
PELKASANAAN PROYEK
PEMBANGUNAN PLTU
|
|
|
|
 |
10. Metode Penelitian Kualitatif
1) Latar Penelitian
Penelitian ini mengambil
lokasi di Desa Sumuradem Kecamatan Sukra Kabupaten Indramayu, karena daerah ini
merupakan objek sekaligus sebagai subjek dan memiliki kebiasaan kehidupan
seperti daerah pedesaan umumnya. Dilihat dari lokasinya sebagai daerah pinggiran,
transportasi menuju daerah tersebut mula-mula sulit. Akan tetapi dengan
dibangunnya proyek PLTU tiba-tiba dapat dikatakan sebagai daerah peralian.
Banyak perubahan perilaku kehidupan yang bersifat tradisional menuju modern.
2) Fokus Penelitian
Dalam melakukan penelitian di
Desa Sumuradem Kecamatan Sukra kabupaten Indramayu ini, peneliti memfokuskan
pada penelitian yang mengenai dampak proyek pembangunan PLTU Sumur Adem
terhadap peluang kerja. Yang didalamnya akan mengungkapkan implementasi
kebijakan proyek pembangunan PLTU Sumur Adem untuk merangsang partisipasi
masyarakat dalam pembangunan sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kemudian bermaksud untuk mengungkap dampak
proyek pembanguna terhadap perubahan sistem perekonomian masyarakat sebelum
hadirnya proyek PLTU dan dampak kehadiran proyek pembanguna PLTU terhadap
peluang kerja dari tahun 2007 sampai dengan 2015.
3) Sumber Data
Adapun sumber data yang
digunakan adalah: data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data Primer merupakan data yang
langsung diperoleh dari sumbernya dengan pihak-pihak yang berkepentingan
melalui teknik observasi dan wawancara. Dalam hal ini adalah responden atau
informan dari unsur PLTU dan tokoh masyarakat antara lain kepala desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), ketua organisasi masa
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
b. Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh
secara tidak langsung melalui studi pustaka dan literatur lainnya yang relevan
dengan penelitian ini.
4) Instrumen Dan Tehnik Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data,
peneliti merupakan instrumen yang utama. Hal ini disebabkan pentingnya peneliti
dan penyesuaian diri dalam upaya menyelami dan memahami kenyataan-kenyataan
dilapangan. Untuk dapat memperoleh data yang akurat, relevan, dan reliable,
maka teknik pengumpulan data menggunakan: observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Teknik observasi merupakan teknik pengumpulan
data dengan cara melihat secara sistematis langsung ke lokasi. Dalam penelitian
ini menggunakan observasi non parsipatorik dan observasi parsipatorik. Untuk
mengawali proses observasi, menggunakan non parsipatorik, dimaksudkan agar
tidak mengundang curiga dari responden dengan melakukan pengenalan untuk
menumbuhkan rasa kepercayaan. Setelah terbina hubungan baik, menggunakan teknik
parsipatorik. Penulis secara langsung melibatkan diri dalam objek penelitian.
Teknik wawancara yaitu teknik
pengumpulan data dengan melakukan wawancara atau tanya jawab antara peneliti
dan responden/ mereka yang terlibat dalam penelitian. Mula-mula penelitian ini
menggunakan wawancara tak terstruktur dimaksudkan agar terbina hibungan baik
antara peneliti dengan responden. Setelah terbina hubungan baik baru wawancara
terstruktur dengan tujuan untuk memperoleh data/ informasi yang jelas, akurat
dan lebih spesifik sesuai dengan fokus penelitian.
Teknik dokumentasi yaitu
teknik pengumpulan data yang mendasarkan atas dokumen, dan atau catatan khusus
yang ada hubungannya dengan penelitian. Untuk menghimpun penelitian ini
menggunakan dokumen-dokumen resmi baik dari PLTU, atau ditingkat desa.
5) Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam
penelitian kualitatif merupakan faktor sangat penting. Menurut Lincoln dan Guba
(1985: 293-328) ada empat kriteria, yakni: derajat kepercayaan (credibility), keterjalinan (transfebility), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability), (dalam Moleong, 2002:
93). Pada pengecekan keabsahan data digunakan kredibilitas. Hal ini dilakukan
untuk membuktikan kesesuaian antara hasil pengamatan dengan kenyataan di
lapangan.
Sebagaimana yang dinyatakan
Moleong (1995:175) untuk memperoleh kredibilitas data dapat melalui
teknik-teknik: perpanjang keikutsertaan, trianggulasi dan pengecekan dengan
teman sejawat, dan kecukupan referensi.
a) Perpanjang Keikutsertaan
Perpanjang keikutsertaan
artinya keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.
Keikutsertaan tidak hanya dilakukan dalam meneliti singkat tetapi peneliti akan
tinggal lebih lama sehingga memungkinkan untuk meningkatkan kepercayaan data
yang dikumpulkan.
b) Trianggulasi
Trianggulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan berbagai sumber di luar data
sebagai bahan perbandingan. Menurut moleong (1995:178) ada empat macam
trianggulasi sebagai teknik trianggulasi, yaitu: trianggulasi sumber,
trianggulasi metode, trianggulasi peneliti dan trianggulasi teori. Pada
penelitian ini digunakan dua macam trianggulasi, yaitu trianggulasi sumber dan
trianggulasi metode.
c) Pengecekan Teman Sejawat
Pengecekan pemeriksaan teman
sejawat untuk memberi masukan, kritik dan saran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kepercayaan akan kebenaran peneliti.
d) Kecukupan Referensi
Cakupan referensi dimaksudkan
untuk penguatan keabsahan data dan kesesuaian data sebagai bahan referensi.
Meliputi: bahan dokumnetasi dalam catatan lapangan yang tersimpan dalam buku
jurnal yang dibuat oleh peneliti, foto-foto, data-data dari desa ataupun dari
proyek PLTU.
6) Teknik Analisis dan Interpretasi
Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan sifat penelitian diskriptif kualitatif, yaitu penulisan yang akan
menggambarkan secara umum fakta-fakta yang dititik beratkan pada suatu yang
sedang terjadi berkaitan dengan pelaksanaan proyek pembangunan PLTU Sumuradem
untuk memperoleh gambaran mengenai dampak perubahan ekonomi, sosial, dan budaya
mesyarakat di Desa Sumuradem Kecamatan sukra Kabupaten indramayu.