A.
Asas-Asas di dalam
Hukum Tata Negara Indonesia
1. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa
Undang-undang Dasar merupakan
dokumen hukum yang mewujudkan cita-cita bersama setiap rakyat Indonesia yang
berke-Tuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan pengertian sila pertama Pancasila
sebagaiman termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, setiap manusia
Indonesia sebagai rakyat dan warga negara Indonesia, diakui sebagai insan
beragama berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Paham ke-Tuhanan Yang Maha Esa
tersebut merupakan pandangan dasar dan bersifat primer yang secara substansial
menjiwai keseluruhan wawasan kenegaraan bangsa Indonesia. Karena itu,
nilai-nilai luhur beragama menjadi jiwa yang tertanam jauh dalam kesadaran,
kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia sehari-hari. Jiwa keberagamaan
dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa itu juga diwujudkan dalam kerangka
kehidupan bernegara yang tersusun dalam Undang-Undang Dasarnya
2. Negara Hukum dan “The Rule of Law”.
Bentuk
pemerintahan Indonesia adalah ‘Republik’. disebut
Republik, dan bukan Kerajaan (monarchi), karena
pengalaman bangsa Indonesia di masa sebelum kemerdekaan, penuh didliputi oleh
sejarah kerajaan-kerajaan, besar dan kecil di seluruh wilayah Nusantara. Namun,
sejak bangsa Indonesia merdeka dan membentuk negara modern yang diproklamasikan
pada tanggal 17 Agustus 1945, bentuk pemerintahan yang dipilih adalah Republik.
Karena itu, falsafah dan kultur politik yang bersifat ‘kerajaan’yang didasarkan
atas sistem feodalisme dan paternalisme, tidaklah dikehendaki oleh bangsa
Indonesia modern. Bangsa Indonesia menghendaki negara modern dengan pemerintah
“res publica”.
Dalam
konstitusi ditegaskan bahwa negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtsstaat), bukan Negara Kekuasaan ( Machtsstaat). Di dalamnya terkandung pengertian adanya
pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip
pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur
dalam Undang-Undang Dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam
Undang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang
menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan
bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang
berkuasa. Dalam paham Negara Hukum itu, hukumlah yang memegang komando
tertinggi dalam penyelenggaraan negara (Pasal 1 ayat(3) UUD1945 perubahan
ketiga), yang sesungguhnya memimpin dalam penyelenggaraan itu sendiri sesuai
dengan prinsip ‘the Rule of Law, and no of Man’,
yang sejalan dengan pengertiannomorcratie, yaitu
kekuasaan yang dijalankan oleh hukum.
Dalam
paham Negara Hukum yang demikian, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu
sendiri dibangun dan ditegakan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena
prinsip supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokok berasal
dari kedaulatan rakyat. Oleh sebab itu, prinsip negara hukum hendaklah dibangun
dan ditegakan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka (Machtstaat).
Prinsip Negara Hukum tidak boleh ditegakan dengan mengabaikan prinsip-prinsip
demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Karena itu perlu ditegaskan
pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilakukan menurut
Undang-Undang Dasar (constitutional democracy) yang
diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalahnegara hukum yang
berkedaulatan rakyat atau demokratis (democratische rechtsstaat).
3.
Asas Kedaulatan Rakyat dan Demokrasi
Sering
dengan itu, Negara Indonesia juga menganut paham kedaulatan rakyat (democratie). Pemilik kekuasaan tertinggi
sesungguhnya dalam negara Indonesia adalah rakyat. Kekuasan itu harus disadari
berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
perubahab ketiga). Bahkan kekuasaan hendaklah diselenggarakan bersama-sama
dengan rakyat. Dalam sistem konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar,
pelaksanaan kedaulatan rakyat disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur
konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi (constitutional democracy).
.Prinsip
kedaulatan rakyat (democratie) dan kedaulatan
hukum (nomocratie) hendaklah diselenggarakan secara beriringan
sebagai dua sisi dari mata uang yang sama. Untuk itulah, maka Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia itu adalah Negara Hukum yang demokratis (demosratische rechtsstaaf) dan sekaligus adalah
Negara Demokrasi yang berdasar atas hukum (constitutional democracy) yang
tidak terpisahkan satu sama lain. Keduanya juga merupakan perwujudan nyata dari
keyakinan segenap bangsa Indonesia akan prinsip ke-Maha-Kuasaan Tuhan Yang Maha
Esa, yang juga dikonstruksikan sebagai paham kedaulatan Tuhan.
4.
Demokrasi Langsung dan Demokrasi Perwakilan.
Kedaulatan
rakyat (democratie) Indonesia itu diselenggarakan secara
langsung dan melalui sistem perwakilan. Secara langsung, kedaulatan rakyat itu
diwujudkan dalam tiga cabang kekuasaan yang tercermin dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwkilan Daerah; Presidan dan Wakil Presiden; dan Mahkamah Agung yang terdiri
dari Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman. Dalam
menentukan kebijakan pokok pemerintah dan mengatur ketentuan-ketentuan hukum
berupa Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang (fungsi legislative), serta dalam
menjalankan fungsi pengawasan (fungsi control) terhadap jalannya pemerintahan,
pelembagaan kedaulatan rakyat, itu disalurkan melalui sistem perwakilan, yaitu
melalui Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Di daerah-daerah
propinsi dan kabupaten/kota, pelembagaan kedaulatan rakyat itu juga disalurkan
melalui sistem perwakilan, yaitu melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penyaluran
kedaulatan rakyat secara langsung (direct democracy Pasal
1 ayat 2 UUD 1945 dan perubahan) dilakukan melalui pemilihan umum (Pasal 22E
UUD 1945), pemilihan presiden, dan pelaksana referendum untuk menyatakan
persetujuan atau penolakan terhadap rencana perubahan atas pasal-pasal tertentu
dalam Undang-Undang Dasar. Di samping itu, kedaulatan rakyat dapat pula
disalurkan setiap waktu pelaksanaan hak atas kebebasan berpendapat, hak atas
kebebasan pers, hak atas kebebasan informasi, hak atas kebebasan berorganisasi
dan berserikat serta hak-hak asasi lainnya yang dijamin dalam Undan-Undang dasr
pasal 28. Namun demikian, prinsip kedaulatan yang bersifat langsung itu
hendaklah dilakukan melalui saluran-saluran yang sah sesuai dengan
prinsip demokrasi perwakilan. Sudah seharusnya lembaga perwakilan rakyat dan
lembaga perwakilan daerah diberdayakan fungsinya dan pelembagaanya, sehingga
dapat memperkuat sistem demokrasi yang berdasar atas.
B.
Asaz Negara
Tiongkok
1. Potret Sistem Pemerintahan
Republik Rakyat Cina juga disebut
Republik Rakyat Tiongkok/RRT Adalah sebuah negara komunis yang terdiri dari
hampir seluruh wilayah kebudayaan, sejarah, dan geografis yang dikenal sebagai
Cina/Cina. Sejak didirikan pada 1949, RRC telah dipimpin oleh Partai Komunis
Cina (PKC). Sekalipun seringkali dilihat sebagai negara komunis, kebanyakan
ekonomi republik ini telah diswastakan sejak tiga dasawarsa yang lalu. Walau
bagaimanapun, pemerintah masih mengawasi ekonominya secara politik terutama
dengan perusahaan-perusahaan milik pemerintah dan sektor perbankan. Secara
politik, ia masih tetap menjadi pemerintahan satu partai.
RRC adalah negara dengan penduduk
terbanyak di dunia, dengan populasi melebihi 1,3 milyar jiwa, yang mayoritas
merupakan bersuku bangsa Han. RRC juga adalah negara terbesar di Asia Timur,
dan ketiga terluas di dunia, setelah Rusia dan Kanada. RRC berbatasan dengan 14
negara: Afganistan, Bhutan, Myanmar, India, Kazakhstan, Kirgizia, Korea Utara,
Laos, Mongolia, Nepal, Pakistan, Rusia, Tajikistan dan Vietnam. Kepala
negaranya dipimpin oleh seorang presiden.
2. Kondisi demografi china
Letak
geografis china
−
Sebelah utara : Mongolia, Rusia, dan Kazakhtan
−
Sebelah barat : Pakistan, Kirgnistan, dan Tadzikistan
−
Barat daya : India, Bhutan, dan Nepal
−
Selatan : Asia Tenggara
−
Timur : Korea dan Jepang
C.
Landasan
Pendidikan di Indonesia
1. Landasan
Filosofis
Filsafat pendidikan Indonesia
berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Pancasila. Rancangan
penanaman nilai budaya bangsa tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bukan
hanya dicapai penguasaan kognitif tetapi yang lebih penting adalah pencapaian
efektif. Dua pandangan yang dipertimbangkan dalam menentukan landasan filsofis
dalam pendidikan nasional Indonesia adalah :
1). Pandangan tentang manusia
Indonesia
Filosofis pendidikan nasional
memandang manusia Indonesia sebagai :
–
Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala
fitrahnya
–
Makhluk individu dengan segala hak dan
kewajibannya
–
Makhluk sosial dengan segala tanggungjawaban hidup
dalam masyarakat yang pluralistic baik dari segi lingkungan social budaya,
lingkungan hidup dan segi kemajuan NKRI di tenagh-tengah masyarakat global yang
senantiasa berkembang dengan segala tantangannya.
2). Pandangan tentang pendidikan nasional itu
sendiri.
Pendidikan nasional dipandang
sebagai pranata social yang selalu berinteraksi dengan kelembagaan social lain
dalam masyarakat. Landasan filosofis Pancasila mengisyaratkan bahwa sistem
pendidikan nasional hendaknya bertumpu pada pemenuhan hak-hak asasi manusia.
Harus dijaga keseimbangan antara hak dan kewajiban yang terkait dengan
pemenuhan harkat manusia. Landasan filosofis pendidikan nasional memberikan
penegasan bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia sebaiknya
mengimplementasikan ke arah :
–
Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu
pada norma persatuan bangsa dari segi social, budaya, ekonomi dan memelihara
keutuhan bangsa dan Negara.
–
Sistem Pendidikan Indonesia yang pada proses
pendidikannya memberdayakan semua institusi pendidikan agar individu dapat
menghargai individu lain, suku, ras, agama status social ekonomi, dan golongan
sebagai manifestasi rasa cinta tanah air.
–
Sistem Pendidikan Indonesia yang bertumpu pada
norma kerakyatan dan demokrasi.
–
Sistem Pendidikan Indonesia yang bertumpu pada
norma keadilan social untuk seluruh warga Negara Indonesia.
–
Sistem Pendidikan Indonesia yang mampu menjamin
terwujudnya manusia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa, menjunjung tinggi hak
asasi manusia, demojratis, cinta tanah air, dan memiliki tanggung jawab social
yang berkeadilan.
2. Landasan
Yuridis
Hakekat pendidikan nasional
adalah perwujudan dari kehendak UUD 1945 utamanya pasal 31. Penting
undang-undang sebagai tumpuan bangunan pendidikan nasional di samping
untuk menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting sebagai penjamin kelangsungan
hidup bangsa Indonesia, juga dapat dipedomani bagi penyelenggaraan pendidikan
secara utuh yang berlaku untuk seluruh tanah air.
D.
Landasan
Pendidikan di Tiongkok
1. Filsafat Pendidikan di China
Sikap
orang Cina yang mementingkan pendidikan di dalam kehidupannya telah melahirkan
sebuah filofis orang Cina mengenai pendidikan dan pendidikan ini telah lama
menjaga kekuasaan Cina berapa lama, sampai pada masuknya bangsa asing ke Cina
yang akan merubah wajah sistem pendidikan kuno di Cina. Tradisi pemikiran
falsafah di Cina bermula sekitar abad ke-6 SM pada masa pemerintahan Dinasti
Chou di Utara. Kon Fu Tze, Lao Tze, Meng Tze dan Chuang Tze dianggap sebagai
peletak dasar dan pengasas falsafah Cina. Pemikiran mereka sangat berpengaruh
dan membentuk ciri-ciri khusus yang membedakannya dari falsafah India dan
Yunani.
Dalam
upaya melihat bahwa teori dan kehidupan praktis tidak dapat dipisahkan, kita
perlu melihat bagaimana orang Cina memahami hubungan antara teori dan praktek
dalam suatu pemikiran yang bersifat falsafah. Kita juga perlu mengetahui
bagaimana teori dihubungkan dengan kehidupan nyata. Ada dua perkara yang harus
dikaji dan ditelusuri secara mendalam: Pertama, konsep umum tentang ‘kebenaran’
dalam falsafah Cina; kedua, kemanusiaan yang dilaksanakan dalam kehidupan nyata
dan kemanusiaan yang diajarkan para filosof Cina dalam sistem falsafah mereka.
Secara umum pula pemahaman terhadap dua perkara tersebut ditafsirkan dari
Konfusianisme, yaitu ajaran falsafah yang dikembangkan dari pemikiran
Konfusius. Konfusianisme sendiri berkembang menjadi banyak aliran, di antaranya
kemudian dikembangkan menjadi semacam agama, dengan kaedah dasar dari ajaran
etikanya yang dirujuk pada pandangan atau ajaran Konfusius. Sebagai ajaran falsafah
pula, Konfusianisme telah berperan sebagai landasan falsafah pendidikan di Cina
selama lebih kurang 2000 tahun lamanya. Karena itu ia benar-benar diresapi oleh
bangsa Cina secara turun temurun selama ratusan generasi. Konfusisnismelah yang
mengajarkan bahwa antara teori dan praktek tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan individu atau masyarakat. Dalam Konfusianisme, seperti dalam banyak
falsafah Cina yang lain, pemikiran diarahkan sebagai pemecahan masalah-masalah
praktis . Karena itu falsafah Cina cenderung menolak kemutalakan atau pandangan
hitam putih secara berlebihan. Kebenaran harus diuji dalam peristiwa-peristiwa
aktual dalam panggung kehidupan, dan baru setelah teruji ia dapat diakui
sebagai kebenaran.
2. Sistem Pendidikan China
Ada
sebuah hadist mengenai pendidikan, yang dalam bahasa Indonesia berbunyi:
“Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Dalam hadist ini muncul satu negara,
yaitu negeri Cina. Dari hadist ini timbul pertanyaan, ada apa dengan pendidikan
cina sehingga dapat dijadikan panutan untuk negeri lain. Dalam buku Muhammad
Said dan Junimar Affan (1987: 119) yang berjudul Mendidik Dari Zaman ke Zaman
dikatakan bahwa: “Di negeri Cina pendidikan mendapat tempat yang penting sekali
dalam penghidupan”. Dengan mendapatkan peranan yang sangat penting dalam
kehidupan masyarakat, membuat sistem pendidikan di Cina meningkat. Sikap orang
Cina yang mementingkan pendidikan di dalam kehidupannya tela melahirkan sebuah
filofis orang Cina mengenai pendidikan dan pendidikan ini telah lama menjaga
kekuasaan Cina berapa lama, sampai pada masuknya bangsa asing ke Cina yang akan
merubah wajah sistem pendidikan kuno di China. Tetapi, pada kesempatan ini
tidak menjelaskan sampai masuknya bangsa asing ke Cina. Permulaan pendidikan
Cina kuno mencampai puncak dimulai pada Dinasti Han, dimana ajaran Kung fu Tse
kembali lagi diangkat dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat Cina, yang
sebelumnya ajaran ini dibrangus oleh penguasa sebelumnya.
Masyarakat Cina yang menganggap
pendidikan sejalan dengan filsafat, bahkan menjadi alat bagi filsafat, yang
mengutamakan etika (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 119). Anggapan ini
membuat pendidikan di Cina mengiringi kembalinya popularitas aliran filsafat
Kung Fu Tse di dalam masyarakat Cina. Pada masa Dinasti Han banyak melahirkan
para sarjana-sarjana yang kelak akan memimpin negara dan telah membuat Dinasti
Han sebagai salah satu dinasti yang besar dalam sejarah Cina. Sistem pendidikan
yang dikembangkan oleh bekas pengikut-pengikut Kung Fu Tse ini telah melahirkan
sebuah golongan yang terkenal dalam sejarah Cina dan menentukan perjalanan
kekuasaan Dinasti Han, yaitu Kaum Gentry. Kaum gentry merupakan suatu komunitas
orang-orang terpelajar yang telah menempuh pendidikan dan sistem ujian Negara.
Sistem pendidikan yang diterapkan oleh pihak pemerintahan pada saat itu pada
awalnya bertujuan untuk mencari calon-calon pejabat pemerintahan yang beraliran
konfusius. Jenjang pendidikan didasarkan atas tingkatan daerah administrative
pemerintahan. Setiap distrik memiliki sekolah-sekolah, sampai pada akademi di
ibukota kerajaan. Setiap jenjang tersebut diharuskan melewati system ujian yang
terbagi ke dalam tiga tahapan. System ujian ini dinilai sangat berat,
dikarebakan dari banyak orang yang ikut ujian ini hanya beberapa yang berhasil
lulus. Kekaisaran dinasti han telah memberikan dasar-daar pada sistem ujian di
daratan Cina, walaupun selanjutnya ada perubahan dan penambahan. Sistem
pendidikan ini juga membawa perubahan pada stratifikasi masyarakat dan pola
prestise dalam masyarakat. System pendidikan yang menghasilkan lulusan-lulusan
pelajar secara alami membentuk kelas baru, yang pada akhirnya menggeser posisi
bangsawan dalam stratifikasi masyarakat Cina. Dan pola prestise dalam
masyarakat, dimana masyarakat tidak lagi sepenuhnya memandang orang dari
kepemilikan harta atau keturunananya, tetapi masyarakat memandang seseorang
dari jenjang pendidikan yang telah ditempunya. Disamping itu, kaum gentry ini
diberikan penghormatan dan penghargaan berupa hak-hak istimewa dari
pemerintahan dan masyarakat.
Pada
masa Dinasti Han sudah terdapat sebuah system pendidikan yang ketat. Para
pegikut-pengikut konfusius yang berada di beberapa daerah distrik mendirikan
sekolah-sekolah yang bersifat informal. Disebut sekolah informal dikarenakan
proses belajar mengajar yang dilakukan tidak terikat oleh tempat atau waktu.
Dengan menggunakan gambar yang tertera dalam pembelajaran dapat diketahui
metode mengajar yang digunakan para guru dalam menyampaikan bahan materi
pelajaran. Jadi dari gambar dan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa
metode mengajar yang digunakan oleh guru pada saat itu ialah metode ekspositori
(ceramah). Penyimpulan ini dikarenakan yang dilakukakan serupa dengan metode
ekspositori, dimana guru lebih aktif disini dalam mentransfer ilmu kepada para
murid. Setelah tahapan belajar mengajar, maka melangkah kepada tahapan evaluasi
atau system ujian. System ujian yang berlaku pada masa Dinasti Han merupakan
suatu hal yang unik dalam system pendidikan Cina. Pada masa itu sudah
berkembang suatu system evaluasi yang sangat kompleks. Menurut Rochiati
Wiriaatmadja, A. Wildan, dan Dadan Wildan (2003: 144 – 145) mengatakan bahwa
ujian ini dibagi ke dalam tiga tahap atau jenjang. Tiga tahap ujian tersebut
antara lain: Ujian tingkat pertama diadakan di beberapa ibukota prefektur
(kabupaten). Calon pegawai yang dapat melewati ujian tahap pertama ini diberi
gelar Hsui-Tsai, bila diartikan yaitu “bakat yang sedang berkembang”.
Selanjutnya, ujian tingkat dua yakni ujian tingkat provinsi untuk mencapai
gelar Chu-Jen, yakni “orang yang berhak mendapatkan pangkat”. Orang-orang yang
berhak mengikuti tahapan ujian ini yaitu orang-orang yang telah mendapatkan
gelar Hsui-Tsai. Para peserta ujian tidak langusng mengikuti ujian, tetapi
mereka diharuskan mengikuti latihan di akademi prefektur dalam rangka
menghadapi persiapan ujian Chu Jen. Ujian provinsi ini diadakan tiga tahun
sekali. Mereka yang dapat lulus dari ujian ini dengan nilai tertinggi akan
mendapatkan tunjangan belajar. Pada tahap akhir yaitu ujian tahap tiga yang
diadakan di ibukota kerajaan. Ujian ini diadakan setiap tiga tahun sekali,
dilaksanakan setahun setelah ujian provinsi. Tahapan ujian bertujuan untuk
mendapatkan gelar Chih Shih, yakni “Sarjana naik pangkat”.
Ujian
tersebut dilaksanakan di ruang dalam bangunan-bangunan yang sangat panjang dan
lurus. Bangunan panjang tersebut terdiri dari kamar-kamar kecil yang disekat
(dapat dilihat dalam lampiran 2 & 3). Calon pegawai tersebut tinggal di
dalam kamar selama sehari untuk ujian tahap pertama, tiga hari untuk ujian
tahap kedua, dan lebih lama lagi untuk ujian tahapan ketiga. Output-output yang
dikeluarkan dari system pendidikan ini disalurkan menjadi pegawai-pegawai
pemerintahan dan mereka yang gagal dalam mengikuti ujian ini akan menjadi
tenaga-tenaga pengajar di daerah asalnya.
3. Kebijakan Pemerintah
Pendidikan memiliki peranan yang
sangat strategis dalam membangun suatu masyarakat bangsa. Melalui pendidikan
suatu bangsa dapat mengembangkan masyarakatnya menjadi masyarakat dan bangsa
yang maju. Karena melalui pendidikan akan dapat dikembangkan sumber daya
manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang
ingin dikembangkanya. Semua keberhasilan itu, tidak terlepas dari upaya yang
dilakukan oleh para pemimpin Cina dalam melakukan reformasi dalam berbagai
aspek kehidupan di Cina, terutama dalam dunia pendidikan.
Cina, dalam beberapa tahun
terakhir, berhasil membuat prestasi yang sangat mengagumkan, yaitu merubah
kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, yang tadinya hanya sebagai negara berkembang,
yang hanya mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakatnya, kemudian berubah
dan masuk ke tahap awal menjadi masyarakat yang makmur. Perubahan yang dialami
Cina merupakan perubahan yang sangat berarti. Perkembangan ekonomi dan kemajuan
yang dialami Cina sangat dikagumi dunia dan dihormati oleh banyak kalangan.
Keyakinan mereka membangun bangsa melalui sektor pendidikan terlihat dari upaya
ekspansi yang berkelanjutan yang dilakukan sejak tahun 1980 sampai awal tahun
1990. Selama periode ini, pendidikan terus mengalami kemajuan secara cepat, dan
banyak inovasi yang historis selama dekade tersebut.
Kemajuan dunia pendidikan yang
terjadi di akhir 90-an dan awal 2000 di Cina tidak lepas dari peran dari
seorang birokrat yang memiliki visi dan komitmen yang kuat terhadap dunia
pendidikan. Li Lanqing, yang pada tahun 1993 di angkat menjadi Wakil Perdana
Menteri Cina, sekaligus ditugasi untuk menangani masalah pendidikan di negeri
tirai bambu tersebut, adalah orang yang dianggap berhasil melaksanakan tugasnya
mendorong kemajuan Cina melalui reformasi dalam bidang pendidikan. Li Lanqing
sebenarnya bukan tokoh yang berlatar belakang bidang pendidikan.
Pada tahun 1993, tercatat, guru
memiliki gaji yang rendah dan disadari, kondisi ini akan berpengaruh terhadap
kinerja dan profesionalitas guru dalam melaksanakan tugasnya. Bagaimana dapat
menuntut guru melaksanakan tugas dengan optimal, kalau dirinya menghadapi
masalah dengan kesejahteraan diri dan keluarganya. Pada tahun 1989, dana dari
negara untuk pendidikan hanya 9,4 milyar yuan. Dengan dana sebesar itu, tidak
banyak yang bisa dilakukan untuk mengembangkan dunia pendidikan, yang harus
melayani masyarakat lebih dari satu milyar orang. Li Lanqing memandang bahwa
yang bertanggung jawab menyediakan pendidikan yang layak adalah pemerintah.
Pendidikan dasar, khususnya untuk wajib belajar, sangat tergantung pada alokasi
dana dari pemerintah. Demikian juga dengan pembiayaan pengembangan
infrastruktur untuk pendidikan keterampilan dan pendidikan tinggi, sangat
bergantung pada dukungan dana dari pemerintah. Hanya permasalahannya adalah
semua itu harus diatur dengan undang-undang.
Beberapa inovasi lain telah
digulirkan Cina adalah, diberlakukannya wajib pendidikan dasar 9 tahun dan
penghapusan buta huruf bagi anak muda dan setengah baya. Inovasi ini berhasil
meningkatkan tingkat pendidikan nasional secara berarti. Pendidikan tinggi dikembangkan
secara cepat dengan beberapa perubahan awal, diantaranya pembelajaran
dikembangkan dengan menekankan pada peningkatan kualitas siswa, seperti
mengembangkan karakter siswa sebagaimana penguasaan pengetahuan (kognisi).
Penggunaan teknologi informasi dalam pendidikan juga telah berhasil mendorong
mempercepat moderinisasi. Kompensasi, kesejahteraan dan status sosial guru
telah banyak dikembangkan, dan membuat profesi tersebut mendapat respek dan
penghormatan dari masyarakat. Pendidikan swasta berkembang dengan cepat. Hal
ini ditandai dengan banyak jenis sekolah dibangun. Pertukaran pendidikan dan
kerja sama dengan negara lain secara aktif dan luas telah memperkuat daya
saing/kompetisi di dunia.
Pada dekade terakhir, sejumlah
permasalahan besar telah terpecahkan. Total dana pendidikan nasional telah
mencapai rata-rata 20% per tahun, dan mencapai 548 milyar yuan pada tahun 2002,
lima kali lebih banyak dibanding tahun 1993. Di akhir abad 20, wajib pendidikan
dasar 9 tahun telah mendekati universal dan remaja dan orang-orang setengah
baya telah bebas dari buta huruf, sementara pendidikan menengah telah meningkat
dengan sangat pesat. Sejak tahun 1999, institusi pendidikan tinggi telah
mengerahkan banyak siswa setiap tahunnya hingga tahun 2002. Terdapat 16 juta
siswa di jenis pendidikan tinggi yang berbeda. Berdasarkan statistik UNESCO
terakhir skala pendidikan tinggi Cina adalah terbesar di dunia. Selama sepuluh
tahun perubahan dan pengembangan secara keseluruhan telah menciptakan suatu
pemandangan pendidikan baru di Cina.
4. Kurikulum Pendidikan
Untuk mengembangkan pendidikan
karakter tersebut, maka Li Lanqing melakukan reformasi pada kurikulum, buku
teks, dan sistem evaluasi dan testing. Kurikulum sekolah dikembangkan sesuai
dengan potensi yang dimiliki anak; kurikulum diarahkan untuk memfasilitasi
semua potensi yang dimiliki anak agar berkembang secara optimal, melaksanakan
pembelajaran yang berorientasi pada siswa melalui diskusi, mendorong pada
pengembangan berfikir inovatif, dan pembelajaran yang berkualitas.
E.
Korupsi di
Indonesia
Fakta Korupsi di
Indonesia
Kondisi korupsi di Indonesia masuk dalam kategori kronis dari
waktu ke waktu, karena secara umum sistem penyelenggaraan pemerintahan di
Indonesia masih belum berorientasi sepenuhnya terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip
tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Oleh karenanya tidak
mengherankan bila Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berdasarkan survey
Transparansi Internasional, memperoleh indeks pada kisaran angka 2 dari tahun
2004 hingga tahun 2007. IPK hingga saat ini diyakini sebagai pendekatan yang
sah untuk melihat tingkat korupsi di suatu negara.
Berdasarkan studinya Transparansi Indonesia rendahnya IPK
Indonesia disebabkan oleh adanya praktek korupsi dalam urusan layanan pada bidang
bisnis, antara lain meliputiijin-ijin usaha (ijin domisili, ijin usaha, HGU,
IMB, ijin ekspor, angkut barang, ijin bongkar muat barang,), pajak (restitusi
pajak, penghitungan pajak, dispensasi pajak),pengadaan barang dan jasa
pemerintah (proses tender, penunjukkan langsung), proses pengeluaran dan
pemasukan barang di pelabuhan (bea cukai), pungutan liar oleh polisi, imigrasi,
tenaga kerja, proses pembayaran termin proyek dari KPKN (Kantor Perbendaharaan
Kas Negara).
Hasil dari studi yang dilakukan TI ini sejalan dengan Studi
Integritas yang dilakukan oleh Direktorat Litbang KPK di tahun 2007. Bahwa
unit-unit layanan tersebut seperti Pajak, Bea cukai, layanan ketenagakerjaan,
dan keimigrasian masih memperoleh nilai skor integritas yang rendah. Dengan rentang
nilai 0-10, layanan TKI di terminal 3 memiliki skor integritas yang rendah
yakni 3,45 sementara layanan pajak mempunyai skor yang sedikit lebih baik yakni
5,96. Skor integritas unit layanan yang ada di Indonesia ini jauh lebih rendah
dibandingkan dengan di negara lain seperti Korea. Di Korea, rata-rata skor
integritas sudah berada di 7 dan telah banyak unit layanan yang memiliki nilai
integritas di atas 8 bahkan sudah ada yang mencapai nilai 9.
Ironisnya, berdasarkan studi ini, justru rendahnya kualitas
layanan yang diterima publik selama ini menyebabkan tumbuhnya persepsi dalam
masyarakat (pengguna layanan) bahwa pemberian imbalan merupakan hal yang wajar
dalam proses pengurusan pelayanan. Pemberian imbalan saat pengurusan layanan
dianggap sebagian besar responden dalam penelitian ini sebagai tanda terima
kasih atas pelayanan yang diberikan. Artinya mereka kurang memahami bahwa
layanan yang mereka terima tersebut merupakan hak yang memang seharusnya mereka
terima, sementara pemberi layanan memang memiliki kewajiban dan tugas untuk
memberi layanan kepada mereka. Kekurangpahaman masyarakat terhadap tugas dan
kewajiban pemberi layanan membuat mereka merasa berhutang budi sehinga mereka
membalas layanan yang telah mereka terima dengan memberikan imbalan kepada
pemberi layanan tersebut.
Attitude atau perilaku dalam menerima mau pun memberikan
suap, kejahatan korupsi yang melibatkan perbankan, pengadaan barang dan jasa
secara nasional yang korup,money politic, money laundering, korupsi oleh
penegak hukum merupakan kasus korupsi di Indonesia yang harus ditangani lebih
efektif. Semua informasi tersebut merupakan kondisi riil tentang luas dan
kompleksnya korupsi di Indonesia yang membutuhkan Strategi Pemberantasan
Korupsi yang Sistemik.
Strategi Pemberantasan Korupsi
Kegagalan strategi pemberantasan korupsi di masa lalu adalah
pelajaran bagi bangsa untuk menetapkan langkah ke depan strategi dalam
pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi idealnya harus mengandung dua
unsur, yaitu penindakan dan pencegahan. Dua unsur tersebut harus diusahakan
agar dapat berjalan seiring saling melengkapi yakni korupsi harus dipetakan
secara seksama dan dicari akar permasalahannya kemudian dirumuskan konsepsi
pencegahannya. Sementara tidak pidana korupsi yang terus berlangsung harus
dilakukan penegakan hukum secara konsisten, profesional agar pelanggaran serupa
tidak terjadi lagi di kemudian hari. Apabila pendekatan tersebut dapat
dilaksanakan secara konsisten, maka diharapkan pemberantasan korupsi dapat
diwujudkan dengan lebih efektif, sistemik, berdaya guna, dan berhasil guna.
Bidang Pencegahan
• Pembentukan
Integritas Bangsa
Mengingat begitu luas dan kompleksnya korupsi di Indonesia,
salah satu kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa integritas bangsa
Indonesia saat ini masih rendah. Dibutuhkan upaya untuk membentuk integritas
bangsa. Upaya ini tentunya tidak mudah, diperlukan jangka waktu yang panjang
dan konsistensi dalam pelaksanaannya.
Pembentukan integritas bangsa dapat dimulai dari pelaksanaan
pendidikan anti korupsi dengan target semua usia mulai dari usia anak-anak
hingga dewasa. Kita menyadari bahwa pembentukan mental dan kepribadian
seseorang dimulai sejak dini sehingga penyusunan kurikulum anti korupsi untuk
dimasukkan dalam kurikulum sekolah formal di Indonesia mulai digalakkan.
Kampanye dan Training For Trainers (TOT) dengan materi anti korupsi harus terus
diupayakan.
Disadari bahwa kampanye dan pendidikan anti korupsi tidak
semata-mata dapat menunjang keberhasilan pembentukan integritas bangsa.
Kampanye dan pendidikan antikorupsi penting namun hanya sebagian kecil telah
dilakukan dalam rangka tumbuhnya awareness antikorupsi.
Perbaikan sistem untuk lebih transparan dan accountable,
perbaikan remunerasi, perbaikan pengawasan merupakan salah satu dari strategi
yang harus dilakukan untuk menciptakan supply dalam pembentukan integritas
bangsa. Untuk terciptanya pembentukan integritas bangsa yang bebas korupsi,
supply yang telah disiapkan segala program yang dilakukan pemerintah tidak akan
bermanfaat banyak jika tidak ada demand dari masyarakat. Yang dimaksud dengan
demand di sini adalah penolakan terhadap lingkungan dan perilaku yang koruptif.
Penolakan terhadap lingkungan dan perilaku yang koruptif ini hanya dapat muncul
jika telah ada awareness.
Jika supply dan demand telah siap, akan terciptalah
akulturasi yang menyatukan kesiapan sistem dan awareness antikorupsi di
masyarakat. Akulturasi merupakan jalan dari terciptanya pembentukan integritas
bangsa yang bebas dari korupsi.
• Penerapan Tata
Kelola Pemerintahan yang baik (Good Governance)
Seiring dengan telah diberlakukannya sistem desentralisasi
dalam pemerintahan Indonesia, penerapan konsep dasar tata kelola pemerintahan
yang baik, hendaknya digali daribest practices yang telah dirancang dan
diperkenalkan terlebih dahulu oleh beberapa pemerintah provinsi/kota/kabupaten
di wilayah Indonesia. Daerah-daerah yang secara sukarela membenahi sistem
administrasinya, antara lain adalah Kabupaten Solok, Kabupaten Sragen,
Kabupaten Jembrana, Kota Yogyakarta, Provinsi Gorontalo, Kota Palangkaraya,
kota Denpasar, dan beberapa daerah lainnya. Lingkup perbaikan sistem
administrasi yang mereka lakukan secara umum meliputi perbaikan layanan publik,
penegakan hukum, administrasi, keuangan, dan partisipasi aktif dari masyarakat
dengan mengacu kepada prinsip-prinsip yang transparan, akuntabel, efisien,
konsisten, partisipatif, dan responsif. Wujud kongkrit dari penerapan tata
kelola pemerintahan yang baik tersebut berupa:
1. penerapan pakta
integritas bagi seluruh pegawai, dengan mengucapkan sumpah untuk bekerja secara
profesional dan secara moral rela mengundurkan diri bila di kemudian hari
terbukti menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
2. memperkenalkan
layanan satu atap satu pintu (one stop services) dengan menyederhanakan
prosedur layanan, mengedepankan transparansi melalui pengumuman persyaratan,
dan besarnya biaya pengurusan baik dalam lingkup perizinan maupun yang bukan
perizinan serta waktu penyelesaian yang cepat dan batas waktu yang jelas;
3. pencairan anggaran
dengan menyederhanakan jumlah meja yang dilalui dalam proses pengurusan
pencairan anggaran;
4. pemberian
tunjangan kinerja, yakni pemberian uang tambahan yang didasarkan prestasi kerja
bagi setiap individu pegawai. Sumber dana yang dapat digunakan adalah melalui
penghapusan semua honor dan memberlakukan pemberian satu honor menyeluruh
kepada pegawai yang didasarkan pengukuran atas prestasi kerja;
5. penerapan
pengadaan barang dan jasa pemerintah yang konsisten, penegakan hukum yang tegas
bagi yang melanggarnya. Merubah sistem pengadaan barang dan jasa melalui sistem
elektronik (e-procurement);
6. menerapkan
anggaran berbasis kinerja dengan melibatkan perwakilan masyarakat dalam
menyusun rencana anggaran belanja tahunan yang didasarkan atas kebutuhan riil
daerah serta membuka akses bagi masyarakat untuk memberikan kritik dan saran;
7. mendorong
partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam memberikan masukan yang
konstruktif bagi usaha pemerintah dalam membangun masyarakat serta dalam
memantau pelaksanaan program kerja pemerintah untuk mewujudkan sistem
pemerintahan yang transparan.
Dengan penerapan prinsip-prinsip di atas terbukti
daerah-daerah yang disebutkan di atas telah berhasil meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya, dengan dipadukan dengan program yang pro terhadap investasi
berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja serta pengurangan kemiskinan.
Keberhasilan di daerah-daerah tersebut harus disebarluaskan ke daerah lain agar
terwujud Indonesia yang makmur dan berbudaya.
• Reformasi
Birokrasi
Pada dasarnya semua instansi pemerintah secara bertahap akan
diarahkan untuk melakukan reformasi birokrasi. Namun akibat terbatasnya
anggaran yang dimiliki negara perlu dilakukan pilot project terlebih dahulu,
selain untuk dievaluasi dampaknya juga untuk dijadikan pembelajaran (lesson
learn) bagi instansi lain yang akan direformasi.
Dipilihnya keempat instansi tersebut didasarkan pada
pengalaman pelaksanaan reformasi birokrasi oleh negara-negara di Asia, Amerika,
dan Australia. Dari pengalaman negara-negara tersebut diputuskan bahwa kriteria
prioritas pilot project adalah lembaga yg mengelola keuangan (tidak seluruhnya
tetapi yang rawan KKN), lembaga yang menangani pemeriksaan keuangan dan
penertiban aparatur dan lembaga/aparat penegakan hukum.
Cukup banyak tahapan yang dilalui dalam pelaksanaan reformasi
birokrasi di sini jika diurutkan maka tiap instansi harus: (i) melakukan
Analisis Jabatan dan Evaluasi Jabatandimana di dalamnya terdapat banyak
kegiatan mulai dari penyusunan peta jabatan, job description, spesifikasi jabatan,
pengukuran beban kerja, klasifikasi jabatan, persyaratan/kompetensi jabatan,
job grading dan assesment pegawai; (ii) review ketatalaksanaan (business
process) agar tersusun Standard Operating Procedure (SOP) yang lebih efisien
dan efektif dengan mengoptimalkan teknologi informasi dan komunikasi; (iii)
penilaian (assesment) status dan kebutuhan SDM; (iv) penetapan Key Performance
Indicator (KPI) setiap jabatan atau unit kerja; dan (v) perumusan besaran
remunerasi sesuai bobot tugas, wewenang, dan tanggung jawab (nilai jabatan)
dalam rangka penegakan reward & punishment.
Tentunya proses-proses tersebut menuntut kesiapan dan
membutuhkan jangka waktu yang panjang. Hingga saat ini pengalaman reformasi
birokrasi yang berjalan sesuai tahapan tersebut baru dimiliki oleh Departemen
Keuangan. Rezising dalam struktur organisasi dan golden shake hand bagi pegawai
yang tidak lulus kompetensi merupakan beberapa kondisi yang terjadi di internal
Departemen Keuangan. Peningkatan renumerasi yang kemudian diterima di Departemen
Keuangan diikuti dengan perbaikan SOP dan peningkatan layanan dan juga
peningkatan pengawasan. Karena seperti diakui sendiri oleh Menteri Keuangan,
berapa pun peningkatan gaji yang diterima oleh pegawai di Departemen Keuangan
tetap belum cukup untuk menghalangi perilaku yang korup karena begitu banyaknya
godaan-godaan atau pun tawaran-tawaran suap yang berpuluh bahkan beratus kali
lebih besar daripada kenaikan gaji yang diterimanya. Namun setidaknya dengan
kenaikan gaji tersebut tidak ada alasan bagi pegawai di Departemen Keuangan
untuk melakukan korupsi akibat desakan ekonomi (Corruption by needs).
Ketidakpercayaan terhadap aparat penegak hukum, juga menuntut
adanya perbaikan atau reformasi birokrasi di lembaga-lembaga hukum. Seperti
diketahui Mahkamah Agung merupakan salah satu lembaga hukum yang dijadikan
pilot project dalam penyelenggaraan reformasi birokrasi. Meski pun belum
seprogresif pelaksanaan di Departemen Keuangan, Mahkamah Agung secara bertahap
mulai melakukan peningkatan transparansi dan perbaikan renumerasi dan
pengelolaan sumber daya manusia. Saat ini website di Mahkamah Agung telah
menampilkan 1409 kasus-kasus sejak tahun 2000 yang telah diputuskan oleh MA. SK
Ketua MA No. 144/2007 mengenai keterbukaan informasi di pengadilan, beberapa kegiatan
peningkatan kapasitas hakim, pelatihan kode etik hakim, perbaikan fasilitas di
pengadilan serta penyusunan job evaluation menjadi langkah awal MA dalam
mereformasi lembaganya.
Perlahan-lahan dengan membaiknya kinerja dan transparansi MA,
diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia menjadi
membaik dan segera membantu terciptanya pemberantasan korupsi yang efektif di
Indonesia.
KPK secara penuh mendukung secara penuh kebijakan reformasi
birokrasi ini. Mengingat besarnya skala kegiatan, keuangan negara yang
digunakan dan tujuan dari reformasi birokrasi ini mendorong KPK untuk terus
mengawasi proses dari reformasi birokrasi ini. Jika sistem telah terbentuk
dengan baik, SOP tersusun, sistem penggajian menjamin terpenuhinya tingkat
kesejahteraan bagi aparatnya sehingga tidak ada alasan untuk munculnya kasus
korupsi akibat desakan ekonomi, maka akan lebih mudah bagi KPK maupun aparat
penegak hukum lainnya untuk menindak aparat/penyelenggara negara yang melakukan
korupsi karena keserakahan (corruption by greed).
Bidang Penindakan
Strategi total penindakan, seperti yang dulu dijalankan
sejumlah badan-badan antikorupsi, terbukti tidak efektif dalam mengatasi
problem korupsi yang sudah sistemik di Indonesia. Namun, kegiatan antikorupsi
yang bersifat penindakan harus tetap dilaksanakan. Dalam konteks Undang-Undang
No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, terutama pasal 11 dan
12, kegiatan penindakan meliputi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi yang "melibatkan aparat penegak hukum dan
penyelenggara negara; mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp satu milyar". Adanya
ketentuan-ketentuan yang mengatur kegiatan penindakan oleh KPK menekankan tetap
pentingnya aktivitas represif dalam konteks perlawanan terhadap korupsi secara
nasional.
Secara umum, strategi antikorupsi KPK telah didesain sehingga
berimbang dimana strategi pencegahan, penindakan, institution-building, dan
penggalangan partisipasi masyarakat dapat berjalan secara sinergi. Secara
spesifik, strategi penindakan difokuskan kepada aspek-aspek yang paling
relevan, untuk kemudian secara periodik disusun-ulang agar dapat beradaptasi
dan mengantisipasi kegiatan-kegiatan korupsi yang selalu berubah; baik karena
semakin meningkatnya kompleksitas tindakan-tindakan korupsi, atau pun karena
perlawanan pihak-pihak yang merasa terancam oleh kegiatan-kegiatan antikorupsi
KPK.
Secara eksplisit, strategi antikorupsi KPK untuk periode 2008-2012
bertujuan "berkurangnya korupsi di Indonesia". Untuk bidang
penindakan, strategi berkesinambungan yang dimulai pada tahun 2008 adalah fokus
pada kegiatan penindakan kepada aparat penegakan hukum dan sektor pelayanan
publik, terutama untuk meningkatkan efek jera.
Untuk periode 2010 sampai 2012, strategi di bidang penindakan
akan tetap terfokus kepada peningkatan efek jera terhadap aparat penegakan
hukum dan sektor pelayanan publik, ditambah orientasi kepada potensi
pengembalian aset. Jadi konsep besarnya adalah terus melakukan kegiatan
penindakan secara konsisten agar efek jera yang telah dicapai KPK selama 4
tahun pertama dipertahankan dan ditingkatkan; ini adalah bagian
"stick" dari strategi umum KPK, dimana sosialisasi Good Governance,
Good Corporate Governance, dan kegiatan pencegahan lainnya termasuk perbaikan
renumerasi biasa dianggap bagian "carrot"-nya.
Aspek ‘efek jera' penindakan dapat dianggap sebagai aspek
yang sudah cukup lama dikenal dalam lexicon (kosa kata) perlawanan korupsi
nasional. Untuk saat ini, yang seluk-beluknya belum banyak dikenal masyarakat
adalah aspek asset recovery (pengembalian aset) - mengapa aspek ini menjadi
semakin penting? Apakah masyarakat juga sudah mengerti tingkat kompleksitas
yang akan dihadapi Indonesia dalam melakukan asset recovery? Fokus kepada asset
recovery bisa dimengerti sebagai bagian dari pertanggungjawaban KPK terhadap
masyarakat. Fokus penyelamatan keuangan negara yang merupakan tugas utama dari
KPK dan kewenangan yang dimiliki KPK menjadikanasset recovery sebagai bagian
penting dari strategi yang dikembangkan KPK. Selain itu, asset recovery
memiliki dimensi yang luas, baik di dalam negeri mau pun secara internasional
mengharuskan KPK untuk segera mengupayakan berbagai persiapan dan kerjasama demi
tercapainya pengembalian aset hasil korupsi sebesar-besarnya ke kas negara.
Isu utama dari asset recovery adalah bahwa pengembalian aset
merupakan dimensi riil dampak korupsi. Sebagai negara berkembang yang masih
bergulat dengan masalah-masalah ‘dunia ketiga' seperti kemiskinan, kelaparan
dan sebagainya, ditambah munculnya berbagai bencana seperti tsunami di Aceh
beberapa tahun lalu, maka merupakan hal yang memprihatinkan jika kemudian
dana-dana APBN/APBD yang terbatas tersebut kemudian dicuri oleh oknum koruptor
- pendek kata, pengembalian dana yang dikorup dan kemudian ditransfer ke
jurisdiksi lain adalah masalah kritis yang perlu diatasi secepatnya demi
kesejahteraan masyarakat sebagai target orisinil penerima dana-dana tersebut.
Hal ini juga menjadi pertimbangan utama badan-badan
internasional seperti PBB dan StAR Initiative. PBB telah mencanangkan United
Nations Convention Against Corruption (UNCAC) atau Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa menentang Korupsi. Bab V dalam UNCAC secara eksplisit mengatur supaya
negara-negara anggota mengadakan kerjasama, serta menyesuaikan Undang-Undang
mereka masing-masing, untuk memperlancar dan menyukseskan proses asset recovery
yang dimulai oleh sebuah negara anggota.
Sementara itu, aktivitas entitas-entitas international
seperti StAR Initiative, berlaku sebagai ‘support mechanism' internasional yang
membantu negara-negara berkembang (terutama negara anggota peratifikasi UNCAC
seperti Indonesia) untuk menegosiasikan asset recovery dengan negara-negara
maju yang biasa menjadi penerima transfer dana para koruptor. Ini karena saat
ini terdapat kesenjangan informasi antara negara asal dana dan negara penerima
dana perihal sistem-sistem hukum, komunikasi antarnegara, dan hubungan politik
masing-masing negara.
Isu lain asset recovery yang penting di Indonesia adalah
dimensi politiknya. Kesuksesan KPK ke depan dalam hal pengembalian aset menjadi
hal yang sangat penting dalam konteks political capital, yang akan memberikan
bobot politik bagi KPK dalam konteks perpolitikan di Indonesia. Political
capital ini sendiri memiliki beberapa bentuk: dukungan masyarakat secara umum
yang dapat berbentuk peningkatan partisipasi masyarakat mau pun dukungan
pemerintahan Indonesia dalam bentuk dukungan politik atau pun materiil. Kedua
bentuk political capital ini akan saling mempengaruhi. Berdasarkan hal
tersebut, dapat diasumsikan bahwa untuk mensukseskan usaha asset recovery di
Indonesia, akan banyak faktor yang mempengaruhi penilaian dan harapan
masyarakat dan pemerintah Indonesia. Untuk itu, dalam upaya pengembalian aset
ini, KPK harus mampu me-manage harapan masyarakat yang besar di satu sisi dan
kemungkinan hambatan politis di sisi lain.
Dalam merencanakan langkah-langkah asset recovery, KPK perlu
mengantisipasi perspektif semua stakeholders sebagai bagian perlawanan korupsi
di Indonesia termasuk perspektif internal KPK sendiri. Penting pula bagi KPK
untuk mengindahkan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (yang merupakan
perspektif jangka panjang) dan menyesuaikan dengan perspektif keuangan, untuk
memastikan tersedianya anggaran. Karenanya, pendekatan ‘balance score card'
(BSC) merupakan pendekatan yang tepat untuk digunakan dalam pelaksanaan rencana
strategi KPK. Pendekatan BSC seperti ini berlaku juga dalam melaksanakan fokus
terhadap peningkatan efek jera.
Selain menentukan fokus tertentu dalam strategi penindakan ke
arah peningkatan efek jera dan pensuksesan usaha asset recovery, KPK juga telah
menentukan fokus terhadapoutcome yang diproyeksikan dari strategi penindakan.
Dua fokus tersebut adalah penyelamatan kebocoran negara serta pelaksanaan
strategi penindakan secara konsisten.
• Penyelamatan
Kebocoran Negara serta Penindakan yang Konsisten
Seperti telah disebutkan, tingkat kebocoran negara baik
kebocoran APBN/APBD baik melalui kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa mau
pun melalui proses lain selama empat dekade ini telah mencapai level yang
sangat kritis - dampaknya sangat terasa pada kondisi perekonomian Indonesia
yang terus terpuruk. Untuk periode 2008 - 2012, perhatian utama KPK adalah
bagaimana agar pelaksanaan strategi penindakan dapat fokus terhadap
terbentuknya efek jera dan pensuksesan asset recovery dapat menyelamatkan uang
negara. Di saat yang sama, KPK juga berkepentingan untuk memastikan bahwa
pelaksanaan strategi penindakan dilakukan secara konsisten supaya benar-benar
memenuhi mandat yang tersirat dalam UU No. 30 Tahun 2002.
Pendekatan BSC yang dipakai di KPK memerlukan pertimbangan
yang holistik. Dalam konteks perspektif pemangku kepentingan (stakeholders),
untuk kegiatan-kegiatan penindakan KPK, telah ditetapkan sasaran stratejik
sebagai berikut:
1. Efektivitas
Koordinasi dan Supervisi Bidang Penindakan, dengan ‘Key Performance Indicator'
(KPI): pencapaian Indeks Integritas Lembaga Penegakan Hukum dan Pengawasan,
yaitu diproyeksikan mencapai 2.5 pada tahun 2008, 2.7 pada tahun 2009, 3.0 pada
tahun 2010, 3.5 pada tahun 2011, dan 4.5 pada tahun 2012.
2. Keberhasilan
Penegakan Hukum Kasus Korupsi dengan KPI: persentase keberhasilan penanganan
perkara yang diputuskan pada tingkat Pengadilan Negeri, yaitu diproyeksikan
konstan mencapai 90% selama periode 2008-2012.
3. Kepercayaan Publik
kepada KPK dengan KPI rata-rata peningkatan indeks dari angka dasar tahun 2007
yang akan diperoleh melalui survei persepsi, yaitu peningkatan 10 % setiap
tahunnya selama periode 2008-2012.
Indikator-indikator tersebut telah dirancang sebagai alat
ukur yang cocok untuk menilai konsistensi pelaksanaan strategi penindakan KPK
di tahun 2008-2012 dimana penegakan hukum serta koordinasi dan supervisi atas
lembaga-lembaga penegakan hukum telah berjalan efektif, dan tercapainya efek
jera menjadi lebih mudah untuk dipantau.
Dalam konteks penyelamatan kebocoran negara, sasaran-sasaran
stratejik yang dirumuskan KPK juga dirancang untuk memudahkan pemantauan dan
pertanggungjawaban aktivitas-aktivitas KPK yang berfokus pada asset recovery.
Contohnya, KPK dan masyarakat dapat menilai kinerja KPK dalam mensukseskan
usaha asset recovery dengan melihat persentase perkara yang berhasil diputuskan
di pengadilan, lalu melihat apakah kasus-kasus tersebut menyangkut usaha asset
recovery.
Hal ini tentu saja baru sebagai langkah awal dalam proses
asset recovery yang kompleks. Pihak penegak hukum kemudian masih bertanggung
jawab untuk menegakkan putusan pengadilan di Indonesia dengan mengejar proses
asset recovery di negara asing dengan cepat dan tanggap. Mengingat pertimbangan
yang dilakukan melalui kacamata perspektif pemangku kepentingan, KPK tentu baru
dapat meningkatkan pencapaian sasaran-sasaran stratejik ini apabila kapasitas
internal KPK sendiri juga dilengkapi dengan keahlian dalam: (i) secara langsung
membantu aparat-aparat penegak hukum dalam menegosiasikan proses asset recovery
dengan negara asing, dan (ii) membangun pusat informasi internal tentang proses
dan prosedur asset recovery yang terhimpun berdasarkan negara-negara asing yang
diketahui sebagai negara penerima transfer dana milik negara yang dicuri; pusat
informasi tersebut kemudian disosialisasikan dan di-share dengan aparat-aparat
penegak hukum dalam usaha asset recovery mereka.
Dalam konteks perspektif internal KPK, telah ditetapkan
beberapa sasaran stratejik kegiatan penindakan, yakni:
1. Menyelenggarakan
Koordinasi Penindakan Tindak Pidana Korupsi dengan KPI: persentase peningkatan
jumlah penerimaan SPDP (dari base line 2007), yaitu diproyeksikan mencapai 20%
pada tahun 2008, 30% pada tahun 2009, 40% pada tahun 2010, 50% pada tahun 2011,
dan 60% pada tahun 2012.
2. Mewujudkan
Supervisi Penindakan Tindak Pidana Korupsi dengan KPI: persentase peningkatan
jumlah perkara TPK yang disupervisi yang dapat diselesaikan oleh Kejaksaan dan
Kepolisian, yaitu diproyeksikan mencapai 20% pada tahun 2008, 30% pada tahun
2009, 40% pada tahun 2010, 50% pada tahun 2011, dan 60% pada tahun 2012.
3. Melaksanakan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan yang kuat dan proaktif dengan KPI: persentase
peningkatan jumlah proses penegakan hukum terhadap TPK, yaitu diproyeksikan
mencapai 30% pada tahun 2008, 35% pada tahun 2009, 40% pada tahun 2010, 45%
pada tahun 2011, dan 50% pada tahun 2012.
4. Penyelamatan
Kerugian Keuangan Negara dengan KPI: persentase peningkatan jumlah kerugian
keuangan negara yang disetor ke kas negara, yaitu diproyeksikan mencapai
peningkatan 20% secara konsisten setiap tahunnya.
5. Melaksanakan pemeriksaan
LHKPN secara efektif dengan KPI: persentase peningkatan jumlah hasil
pemeriksaan LHKPN yang dapat dilimpahkan ke direktorat penyelidikan,
gratifikasi, dan instansi lain - diproyeksikan mencapai 20% pada tahun 2008,
30% pada tahun 2009, 40% pada tahun 2010, 50% pada tahun 2011, dan 60% pada
tahun 2012.
6. Melaksanakan
pemeriksaan pengaduan masyarakat yang efektif dengan KPI: persentase
peningkatan jumlah hasil pemeriksaan Direktorat Dumas yang dapat dilimpahkan ke
Direktorat Penyelidikan, yaitu diproyeksikan mencapai 20% pada tahun 2008, 30%
pada tahun 2009, 40% pada tahun 2010, 50% pada tahun 2011, dan 60% pada tahun
2012.
7. Melaksanakan
pemeriksaan gratifikasi yang efektif dengan KPI: persentase peningkatan jumlah
hasil pemeriksaan gratifikasi yang dapat dilimpahkan ke Direktorat
Penyelidikan, yaitu diproyeksikan mencapai 30% pada tahun 2008, 35% pada tahun
2009, 40% pada tahun 2010, 50% pada tahun 2011, dan 60% pada tahun 2012.
8. Dukungan informasi
dan data dengan KPI: indeks kepuasan perguna, yaitu diproyeksikan meningkat 20%
pada tahun 2008, kemudian meningkat 30% setiap tahunnya dari 2009 sampai 2012.
Dari sasaran-sasaran stratejik di atas ini, yang dilengkapi
dengan KPI yang terukur, dapat terlihat bahwa perspektif internal KPK sudah
mencerminkan titik fokus penindakan di KPK yakni menimbulkan efek jera dan
pengembalian aset ke negara.
Terdapat beberapa hal yang perlu untuk ditingkatkan secara
internal di KPK, sesuai dengan fokus kepada penyelamatan pembocoran negara dan
pelaksanaan kegiatan penindakan yang konsisten, diantaranya adalah (i)
lancarnya dan seringnya diseminasi tentang prosedur dan proses asset recovery,
melalui sistem pusat informasi internal. Sistem pusat informasi internal ini
diharapkan selalu proaktif dalam ‘sharing information' kepada setiap personel
operasional KPK, dan (ii) tersebarnya peraturan-peraturan yang berlaku di
instansi penegak hukum yang terkait dengan kegiatan-kegiatan supervisi dan
koordinasi KPK atas instansi-instansi tersebut.
Dengan memastikan lancarnya diseminasi informasi tentang
peraturan-peraturan domestik dan internasional yang relevan dengan fokus
strategi penindakan KPK dalam periode 2008-2012, maka peluang tercapainya
kesuksesan pencapaian sasaran-sasaran stratejik KPK akan semakin besar.
Selain itu, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian lebih
KPK adalah bagaimana memastikan bahwa pencapaian sasaran-sasaran stratejik
tersebut benar-benar mencerminkan usaha optimal KPK dalam mensukseskan asset
recovery, sekaligus koordinasi dan supervisi penegakan hukum.
KPI yang disusun dalam rencana startegis penindakan di KPK
tentunya menyertakan analisis mengenai ancaman nyata yang berasal dari
perlawanan para koruptor terhadap aksi antikorupsi yang dilakukan KPK sehingga
proyeksi hasil dari sasaran stratejik ini menjadi lebih realistis.
Faktor-faktor antagonistik seperti corruption fights back
merupakan faktor yang turut diperhitungkan dalam penyusunan grand strategy KPK.
Namun kembali ditekankan bahwa bagaimanapun juga pemberantasan korupsi yang
sistemik di tubuh KPK hanya dapat dicapai jika terjadi sinergi antara
ketercapaian di bidang pencegahan dan penindakan.
F.
Korupsi di
Tiongkok
Pemerintah Cina menyelidiki dugaan korupsi sejumlah elit, termasuk Walikota
Nanjing dan bekas kepala PetroChina Indonesia. Beijing kini sedang giat
melakukan operasi besar-besaran pemberantasan korupsi. Walikota Nanjing
diperiksa terkait dugaan pelanggaran serius. Ini adalah pejabat kedua yang
ditangkap setelah kasus Bo Xilai, elit Partai Komunis Cina (PKC) yang diadili
dan dinyatakan bersalah atas kasus korupsi. Kementerian Cina hanya
memberi pernyataan singkat. Laporan sebelumnya yang diturunkan suratkabar
Harian Rakyat mengatakan bahwa walikota itu, Ji Jianye diperiksa atas “sejumlah
masalah ekonomi”, sebuah penghalusan istilah bagi kasus korupsi.
Sejak menjabat Maret lalu, Presiden Xi Jinping telah menyerukan bahwa
korupsi adalah ancaman bagi masa depan PKC dan ia bersumpah akan memburu
“macan” elit maupun “lalat” rendahan. Situs Harian Rakyat melaporkan,
kasus korupsi Ji diduga bernilai sekitar 3,3 juta dollar.
Nanjing adalah ibukota provinsi timur Jiangsu yang dikenal sebagai salah
satu pusat industri Cina, sekaligus kota yang punya hutang paling banyak. Bekas
pejabat Petro China Indonesia diperiksa. Operasi pemberantasan korupsi
besar-besaran yang dilakukan pemerintah Cina juga menyasar para pejabat
perusahaan negara. Bekas kepala operasi PetroChina di Indonesia juga diperiksa
atas dugaan korupsi. PetroChina baru saja memindahkan Wie Zhigang dari
jabatannya sebagai General Manajer beberapa pekan lalu. Juru bicara perusahaan
Mao Zefeng mengaku ia tidak mengetahui adanya penyelidikan atas Wie. PetroChina
dan perusahaan induknya, China National Petroleum Corp (CNPC), selama selama
bertahun-tahun menjadi sasaran pusat penyelidikan dugaan korupsi. Tapi hingga
kini, belum ada pejabat operasi luar negeri PetroChina yang menjadi tersangka.
“Bekas General Manajer usaha itu di Indonesia kini sedang dalam
penyelidikan,” kata salah satu sumber yang tidak bersedia disebutkan
identitasnya. ”Dia sudah dipindahkan dari posisinya.”
Sumber kedua menambahkan: ”Wei sudah dibebaskan dari jabatannya dan
penggaanti dia sudah dikirim ke Indonesia.”
Penyelidikan luas
Selain pejabat PetroChina Indonesia, sejumlah pejabat China National
Petroleum Corp juga diperiksa dalam kasus dugaan korupsi. Total ada lima bekas
pimpinan puncak perusahaan minyak Cina itu yang kini sedang dalam proses
pemeriksaan atas “pelanggaran displin yang serius”, istilah yang secara luas
sering dipakai untuk menggambarkan korupsi.
Para pejabat itu termasuk Jiang Jiemin, yang
pernah mengepalai dua perusahaan minyak tersebut, dan Wang Yongchun, yang
merupakan wakil presiden CNPC di timur laut Daqing yang dikenal sebagai ladang
minyak terbesar negara itu. Sejumlah
langkah pemberantasan korupsi tak hentinya dilakukan pemerintah China.
Baru-baru ini, nama-nama dan gambar pejabat negara yang korup dipajang dalam
sebuah pameran di Beijing. Warganya juga dididik agar membenci koruptor melalui
game online, dimana para pejabat yang korup boleh dibunuh dengan senjata, ilmu
hitam, atau disiksa.
Banyak
negara termasuk pemerintah Indonesia cukup tercengang atas keberanian negara
komunis itu dalam menjerat para koruptor. Lebih-lebih hukuman mati dikenakan
kepada mereka. Tak heran jika China kini telah menjadi model dalam
pemberantasan korupsi di Asia. Beberapa negara merasa perlu belajar dari China.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan menjalin kerjasama dengan China untuk
pemberantasan korupsi sejak Juli lalu.
G.
Analisis
Uraian mengenai fenomena korupsi dan berbagai dampak yang
ditimbulkannya telah menegaskan bahwa korupsi merupakan tindakan buruk yang
dilakukan oleh aparatur birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan
birokrasi. Korupsi dapat bersumber dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada
sistem politik dan sistem administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat
pokoknya.
Keburukan hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi.
Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi
di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk
membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak
kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan
terdakwapun sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah
sebabnya kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan
korupsi dapat dipastikan gagal.
Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajdi “jalan
tak ada ujung”, melainkan “jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan”.
Upaya-upaya untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau
sistem sosial, dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.
DAFTAR PUSTAKA
https://weba080128.wordpress.com/landasan-pendidikan/. Di
unduh05/09/15
https://prezi.com/_1kht1cc12bb/reformasi-pendidikan-di-china/. Diunduh 05/09/15
http://sorot.news.viva.co.id/news/read/454000-jurus-china-lawan-korupsi.diunduh05/09/2015
http://juanfranklinsagrim.blogspot.com
http://ahmadsamantho.wordpress.com
http://www.ilmupendidikan.net
http://ahmadsamantho.wordpress.com
http://www.ilmupendidikan.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar