TUGAS
MATA KULIAH LANDASAN KEPENDIDIKAN
( Dosen : Prof. Dr. Suyahmo, M.Si
)
UJIAN SEMESTER
Oleh :
SIHA ABDUROHIM
0301515015
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL S2
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
LEMBAR JAWABAN UJIAN SEMESTER
1. a).Sejarah
sebagai landasan kependidikan, yang muaranya untuk mencerdaskan murid agar
mampu berpikir benar, baik dan bijaksana. Orde Lama dan Orde Baru dalam hal
sejarah penggali pancasila, berbeda persepsi antara keduanya. Analisis hal ini,
dalam perspektif landasan pendidikan yang muaranya untuk mencerdaskan siswa/murid.
Jawab: Kajian sejarah selalu terkait 3 unsur, yaitu:
manusia (perilaku), ruang, dan waktu. Penggali pancasila pada masa Orde lama
adalah Bung karno. Ada yang mengatakan bahwa M. Yamin, menurut orde lama
bahwa penggali pancasila adalah soekarno
tapi dalam orde baru ingin menghapus jasa-jasa sokarnoisme hal inilah karena
adanya unsur kepentingan. Yakni dari orde baru Soeharto. Kesalahan
lain Orde Baru adalah menjadikan Pancasila sebagai landasan amal. Dan Kesalahan Orde Baru adalah menjadikan
Pancasila sebagai landasan amal. Untuk
menjelaskan akan hal tersebut kapada siswa maka guru harus menjelaskan semuanya
tetapi guru harus bisa membatasi mana yang baik dan yang tidak baik. Sehingga
siswa mampu berfikir benar, baik dan bijaksana.
Benarkah
Bung Karno adalah orang pertama yang merumuskan Pancasila? Ternyata tidak! Tiga
hari sebelum pidato Bung Karno itu, pada 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin sudah
terlebih dahulu menyampaikan pidatonya yang juga mengandung usulan lima dasar
bagi Indonesia merdeka, yaitu (1) peri kebangsaan (2) peri kemanusiaan (3)
peri-Ketuhanan (4) peri kerakyatan dan (5) kesejahteraan rakyat.
Tidak
ada perbedaan fundamental antara lima asas Yamin dengan lima dasar Soekarno.
Panjang naskah pidatonya pun sama, yaitu 20 halaman. Karena itulah, B.J. Boland
dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia (The Hague: Martinus
Nijhoff, 1971), menyimpulkan bahwa “The Pancasila was in fact a creation of
Yamin and not Soekarno’s.” (Pancasila faktanya adalah karya Yamin dan bukan
karya Soekarno).
Bahkan,
tentang nama Pancasila sendiri, diakui oleh Soekarno ia mengkonsultasikan nama
itu kepada seorang ahli bahasa, yang tidak lain adalah Muhammad Yamin. Dalam
bukuSejarah Lahirnya Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila(Inti Idayu Press,
1984) disebutkan, bahwa Soekarno pada tahun 1966 mengakui, kata “sila” adalah
sumbangan Yamin, sedangkan kata “Panca” berasal dari dirinya. (Lihat, Endang
Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Jakarta: GIP, 1997),hal.
18-19). Juga, Restu Gunawan, Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan,
(Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2005), hal. 48-50).
Juga,
sebagai catatan, soal penggali Pancasila sebenarnya hingga kini masih
menyisakan perdebatan. Dalam rapat-rapat BPUPK, sebenarnya ada sekitar 30
anggota yang berbicara, termasuk Mohammad Hatta. Anehnya, hanya pidato 3 orang
saja yang dimasukkan ke dalam buku Muhammad Yamin,Pembahasan Undang-undang
Dasar Jilid I. Notulen rapat BPUPK semula dipegang oleh RP Suroso, lalu
dipimjam oleh Adinegoro. Selanjutnya Muhammad Yamin meminjam dari Adinegoro
dengan alasan akan diterbitkan, untuk itu perlu diedit. Sampai meninggalnya
Yamin, naskah notulen tersebut tidak pernah muncul, sementara yang beredar di
masyarakat adalah bukunya Yamin, yang hanya memuat pidato 3 orang saja. Bung
Hatta pernah mengaku sangat kecewa dengan hilangnya notulen BPUPK tersebut.
Jadi,
peringatan kelahiran Pancasila pada 1 Juni dan menyandarkannya pada Bung Karno,
masih perlu penelaahan sejarah yang lebih serius. Bukti-bukti sejarah jutru
menunjukkan, bahwa rumusan Pancasila resmi saat ini, sebenarnya lahir pada 18
Agustus 1945. Oleh sebab itu, lebih tepat jika hari lahir pancasila disebut
tanggal 18 Agustus 1945. Tanggal 1 Juni adalah peringatan Pidato Bung Karno
tentang Pancasila, dan bukan Hari Lahir Pancasila.
Sebelum
rumusan resmi 18 Agustus 1945, sudah ada rumusan resmi Pancasila yang
disepakati dalam BPUPK, yaitu rumusan Piagam Pancasila versi Piagam Jakarta
(Pembukaan UUD 1945). Bedanya, hanya terletak pada rumusan tujuh kata pada sila
pertama, yaitu “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.”
b).Budaya
sebagai landasan kependidikan. Budaya daerah di indonesia bersifat
multikultural, dengan demikian jadi bisa menghasilkan out-put peserta didik yang berbeda-beda karakternya. Hal ini tidak
sejalan dengan pembangunan karakter bangsa yang sedang digalakkan. Bagaimana
komentar anda dalam hal ini, jelaskan.
Jawab: Budaya
itu menambah rasa suka, mengurangi ketidaksukaan. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan
pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup
dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara
individual maupun secara kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan
sosial askriptif yaitu sukubangsa (dan ras), gender, dan umur. Ideologi
multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan
proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku
secara individual (HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat
setempat.
Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta
penerapan ideologi multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia yang majemuk,
mau tidak mau harus bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan
ideologi demokrasi dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang
seimbang. Sehingga setiap orang Indoensia nantinya, akan mempunyai kesadaran
tanggung jawab sebagai orang warga negara Indonesia, sebagai warga sukubangsa
dankebudayaannya, tergolong sebagai gender tertentu, dan tergolong sebagai umur
tertentu yang tidak akan berlaku sewenang-wenang terhadap orang atau kelompok
yang tergolong lain dari dirinya sendiri dan akan mampu untuk secara logika
menolak diskriminasi dan perlakuakn sewenang-wenang oleh kelompok atau
masyarakat yang dominan. Program penyebarluasan dan pemantapan ideologi
multikulturalisme ini pernah saya usulkan untuk dilakukan melalui pendidikakn
dari SD s.d. Sekolah Menengah Atas, dan juga S1 Universitas. Melalui kesempatan
ini saya juga ingin mengusulkan bahwa ideologi multikulturalisme seharusnya
juga disebarluaskan dan dimantapkan melalui program-program yang
diselenggarakan oleh LSM yang yang sejenis.
Perjuangan anti-diskriminasi dan perjuangan hak-hak
hidup dalam kesederajatan dari minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan
politik adalah perjuangan kekuatan. Perjuangan kekuatan yang akan memberikan
kekuatan kepada kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk
berbeda dapat dipertahankan dan tidak tidak didiskriminasi karena digolongkan
sebagai sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan.
Perjuangan politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk akal
di samping kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya.Logika yang masuk akal tersebut ada dalam multikulturalisme
dan dalam demokrasi.
Upaya yang telah dan sedang dilakukan terhadap lima
kelompok minoritas di Indonesia oleh LSM, untuk meningkatkan derajad mereka,
mungkin dapat dilakukan melalui program-program pendidikan yang mencakup
ideologi multikulturalisme dan demokrasi serta kebangsaan, dan berbagai upaya
untuk menstimuli peningkatan kerja produktif dan profesi. Sehingga mereka itu
tidak lagi berada dalam keterbelakangan dan ketergantungan pada
kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat setempat dimana kelompok minoritas
itu hidup. Selaku
pisau analisa, perlu terlebih dahulu dibedah pengertian dari keanekaragaman
kultur atau “multikultur”. Kajian mengenai masyarakat majemuk ini signifikan
terutama di dalam masyarakat yang memang terdiri atas aneka pelapisan sosial
dan budaya yang satu sama lain saling berbeda. Indonesia, sebab itu,
mengembangkan slogan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu).
Slogan tersebut bersifat filosofis-politis, oleh sebab tanpa adanya unsure
pemersatu, akan mudah kiranya memecah-belah kohesi politik masyarakat yang
mendiami sekujur kepulauan nusantara ini.
2.
a).Ekonomi
sebagai landasan pendidikan. Ekonomi sejahtera akan mampu meningkatkan kualitas
pendidikan. Analisis hal ini, dengan contoh konkret.
Jawab: Hal yang dapat
meningkatkan kualitas pendidikan ada 2, yaitu: 1. Ekonomi harus mampu, dan
motivasi untuk belajar tinggi. Oleh karena itu, ekonomi kaya dan motivasinya
tinggi maka pastinya harapannya berhasil sedangkan orang tidak mampu tapi
semangatnya tinggi maka beasiswa harus masuk.
Contoh: pemerintah
mengadakan Bos dan bidik misi untuk siswa-siswa yang berprestasi namun kurang
mampu dalam biayanya. Banyak dari keluarga yang kurang mampu menganggap
pendidikan itu milik orang kaya. mereka
merasa bahwa masuk keperguruan tinggi
merupakan hal yang sulit untuk
diwujudkan. dan anggapan itu dipatahkan oleh angga lestari, mereka lahir dengan
keluarga yang sederhana tetapi prestasi membuat orang banyak berdecak kagum.
angga berasal dari pinggiran jogja dibawahnya merapi. pekerjaan ayahnya buruh
tani didesa.dan ibunya bekerja membantu
ayah, namun hal tersebut tidak menyurutkan langkah angga untuk trus melanjutkan
kuliyah. Dia masuk di kampus sebelas maret dengan beasiswa bidik misi. Malaupun
begitu ia mendapatkan nilai (3,96) cumlude.
b).politik
sebagai landasan kependidikan dalam aktualisasinya cenderung berorientasi pada
penalaran deduktif logik. Hal demikian ini hasil out-put nya akan jauh dari kualitas yang diinginkan. Bagimana
komentar anda dalam hal ini, jelaskan.
Jawab: Aktualisasi
politik sebagai landasan kependidikan memang cenderung berorientasi pada penalaran
deduktif logik sehingga menempatkan pada out put yang jauh dari kualitas yang
diinginkan. Secara politik hal ini terjadi karena adanya keinginan menyamakan
atau menyeragamkan kualitas masyarakat sehingga yang dikejar pada umumnya
adalah bagaimana menghasilkan banyak masyarakat yang menyandang pendidikan atau
lulusan terdidik tanpa menyeimbangkan dengan kualitas pengajaran dan
hasil didikan sehingga yang muncul kemudian kebanyakan out put yang
ragukan kualitasnya. Penalaran deduktif logik sebagai aktualisasi politik
mengakibatkan kesetaran kuantitas dan kualitas dalam pendidikan tidak dapat
diciptakan. Peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan
berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor
kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan.
Dengan demikian, baiknya aktualisasi politik sebagai landasan
kependidikan menggunakan penalaran yang diseimbangkan antara penalaran induktif
logik dengan penalaran deduktif logik. Hal ini akan menyelaraskan penalaran
logik yakni dengan menghasilkan out put yang secara kuantitas
sesuai harapan juga secara kualitas tidak di ragukan.
3.
a).pemerintah
akan membuat kebijakan tentang warga negara yang umurnya 50 tahun kebawah,
dikenai kewajiban bela negara. Namun hal ini menimbulkan pro dan kontra.
Analisis hal ini dalam prespektif landasan pendidikan PKn.
Jawab: Timbulnya
pro dan kontra karena dalam masyarakat berbeda pemahaman. Dalam landasan PKn mengajarkan pada pancasila yang
merujuk pada nilai-nilai kebaikan dan kebijaksanaan.
Kamis, 22 Oktober nanti Presiden Joko Widodo akan
membuka program Bela Negara serentak di 45 Kabupaten/Kota di Indonesia. Program
yang awalnya direncanakan dibuka pada tanggal 19 ini, harus ditunda dikarenakan
alasan perlu dilakukannya sosialisasi dan persiapan teknis yang lebih matang.
Sedikit mengejutkan bagi saya, karena belum pernah saya dengar program ini
sebelumnya. Namun ternyata program ini telah digagas dan direncanakan sejak
awal tahun ini. Sekilas mendengarkan kata Program Bela Negara, langsung terpikir
di kepala saya program layaknya di Negera-Negara layaknya Korea maupun Rusia
dengan program Wajib Militernya.
Program
Bela Negara diwajibkan untuk warga Negara berusia 50 tahun ke bawah dengan
program berupa latihan fisik dan psikis. Menteri pertahanan RI, Ryamizard
Ryacudu mengatakan saat ini kecintaan terhadap Tanah Air kurang begitu dimiliki
oleh generasi muda. Selain itu, generasi muda juga kurang mendalami mengenai
wawasan kebangsaan. Luaran yang ingin dicapai dari program ini adalah untuk generasi
muda, kembali memiliki rasa cinta Tanah Air dan punya wawasan kebangsaan yang
luas. Dari program ini harapannya tebentuk kader-kader yang disebut kader Bela
Negara yang dapat menciptakan kedisiplinan dan juga menumbuhkan rasa kecintaan
terhadap Indonesia yang lebih besar. Target pada tahun ini, adalah terbentuk
4500 kader pembela Negara di 45 kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang akan
dibuka oleh Presiden Jokowi Kamis nanti. Masih banyak pro-kontra dari
pelaksanaan program Bela Negara, dengan berbagai alasan dan sangat benyak celah
yang bisa diserang untuk menolak dan melemahkan pelaksanaan program ini.
Memang Bela
negara berbeda, jika Wajib Militer (Wamil) orientasinya lebih kepada untuk
menciptakan orang-orang yang siap berperang mengangkat senjata demi menjaga
kedaulatan Negara, sederhananya disebut militerisasi. Namun di program Bela
Negara ini, digadang-gadang bahwa program ini akan membina dan meningkatkan
kecintaan terhadap tanah air yang mulai luntur di masyarakat. Program ini
diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia dari berbagai kalangan usia.
Program ini dimulai sejak masuk pendidikan formal Negara, melalui kurikulum
belajarnya. Juga ada waktu dimana kader Bela Negara akan dibentuk melalui kamp
di distrik-distrik militer selama satu bulan dengan penggemblengan fisik dan
mental demi membentuk karakter yang kuat dan tangguh sehingga layak disebut
sebagai kader Bela Negara. Tentu program tersebut akan diatur melalui peraturan
yang telah terstruktur dan disesuaikan dengan usia dari kader yang dibina.
Meskipun saya juga belum tahu dengan pasti dan juga belum merasa
tersosialisasikan tentang program ini.
Menarik
sebenarnya untuk mengetahui lebih banyak tentang program ini, namun untuk saat
ini saya lebih tertarik untuk membahas tentang keterkaitan mahasiswa dalam
program ini, yang tentu berasal dari sudut pandang mahasiswa. Karena menurut
saya salah satu sasaran utama dan menjadi dasar lahirnya program ini adalah
dari kegiatan mahasiswa saat ini.
Di dalam
kampus juga terdapat suatu sistem yang membentuk karakter dengan metode
penanaman nilai-nilai yang esensial bagi mahasiswa. Mulai dari masa mahasiswa
baru, kita sudah merasakan berbagai macam sistem yang telah diciptakan secara
terstruktur. Tujuannya tentu indah: Membentuk karakter yang tangguh yang siap
secara fisik dan mental untuk membangun bangsa, sesuai dengan Tri Dharma
Perguruan Tinggi. Pertanyannya adalah, berhasilkah?
Kita hidup di jaman yang sangat memanjakan. Dimana semua yang
diinginkan hanya tinggal tentang permainan jari. Sering disebut generasi
instan, jarang kita lihat mahasiswa yang berani mengaktualisasikan dirinya
melalui tindakan yang “nyata”, yang bisa mengubah kondisi lingkungan, dari yang
kurang baik menjadi lebih baik. Dengan kondisi yang demikian, kita lebih sering
mendengar keluhan, kicauan keresahan, dan berbagai alasan ketidaknyamanan yangpointless, tanpa
dasar, hanya berdasarkan pada pemikiran individu yang malas untuk bertindak dan
berpikir. Jarang sekali kita mendengarkan gagasan yang berbuah solusi untuk
mengatasi permasalahan bangsa, lingkungan sekitar dan kampus. Kita dibentuk
dari sistem yang meninggikan ego pribadi atau golongan, sehingga kita akan
lebih bersikap individualis dan apatis. Tentu ini bukan semata-mata kesalahan
kita, bisa jadi kita merupakan korban karena memang dari awal kita berkembang
di masyarakat selalu didoktrin untuk meraih ambisi pribadi, bahkan di bangku
pendidikan formal Negara.
Kehidupan
di kampus tentu saja diharapkan akan membawa perubahan yang besar terhadap pola
pikir suatu bangsa, karena disini berkumpul para kaum intelektual yang tentu
diharapkan mampu memimpin dirinya sendiri untuk mencapai sebuah perubahan yang
massif. Tentu saja itu akan terwujud dengan daya dukung dan sinergitas dari
seluruh elemen kampus, baik dari sistem, pelaku sistem, dan tentu objek dari
sistem tersebut.
Masih banyak sekali mahasiswa yang bersikap kekanak-kanakkan.
Mengedepankan ego dan kebanggaan terhadap identitas pribadi atau
golongan. “Merintih ketika ditekan, tetapi menekan ketika berkuasa.
Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain” begitu
sekiranya ucapan dari Soe Hok Gie, salah seorang tokoh aktivis mahasiswa.
Kebanyakan
sistem yang berjalan memiliki tembakan kepada hal-hal yang mendasar, utamanya
tentang memanajemen sesuatu tak terkecuali diri sendiri. Selain itu juga lebih
banyak porsi pengembangan pada hal-hal yang esensial dan menjawab kebutuhan
organisasi. Tak terkecuali di kampus saya. Namun pada praktiknya, sasaran yang
ingin dicapai mungkin hanya sedikit saja yang terealisasikan. Banyak sekali
terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai yang ingin dituju oleh suatu sistem.
Padahal, hal-hal tersebut merupakan hal yang sangat mendasar dan pasti bisa
tercapai hanya dengan meningkatkan kesadaran terhadap aktualisasi diri. Namun
masih saja sulit terlaksana, mungkin karena kita memang terlalu dimanjakan oleh
segala hal yang memudahkan kita.
Tri Dharma
Perguruan Tinggi yang seharusnya menjadi salah satu patokan pergerakan
mahasiswa, sangat minim realisasinya. Mungkin hanya sedikit yang dapat memaknai
TDPT ini, apalagi bila dikaitkan dengan kontribusi terhadap Negara. Jangankan
kontribusi, mungkin kesadaran terhadap rasa nasionalisme; cinta Negara; mulai
luntur dengan segala sesuatu yang menyibukkan kita. Tentu saja dengan kondisi
yang demikian, sangat sulit untuk berkontribusi secara totalitas kepada Negara.
Program
Bela Negara dianggap bisa memberi solusi terhadap permasalahan tadi. Dari
beberapa talkshow tentang program ini yang saya ikuti, hampir semua menyatakan
bahwa ini untuk menjawab kegagalan sistem yang ada di pendidikan kita,
khususnya di kampus. Berulang kali narasumber di talkshow-talkshow tersebut
menyebutkan kata “Mahasiswa” sebagai biang atau tokoh utama yang seharusnya
bisa diharapkan menjadi piilar utama Bangsa. Berbagai kegagalan sistem di
kampus yang menimbulkan trauma dan paradigma buruk di berbagai kalangan
masyarakat bisa jadi menjadi alasan yang tepat bagi pelaksanaan program Bela
Negara.
b).Dikalangan pondok pesantren, cara mendidik murid santrinya
lebih banyak didominasi dengan landasan pendidikan nilai-nilai agama. Sedangkan
indonesia, landasan pendidikannya adalah idiologi Pancasila. Bagaimana komentar
anda terhadap masalah ini , jelaskan.
Jawab:
Menurut
hebat saya, dari pesantren dan sebuah bangsa keduanya itu mengajarkan pada
sebuah nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang didalamnya disisipi dengan
landasan budi pekerti yang tercermin para karakter murid santri/warga negara. Sehingga menjelma pada pendidikan yang
cerdas. pancasila nilai dasar (idiologi) merupakan sebuah
sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh
kelompok tertentu. Ia tersusun dari serangkaian sikap terhadap berbagai lembaga
serta proses masyarakat. Selanjutnya, sebagai usaha sadar yang memiliki tujuan,
pendidikan sudah tentu memiliki landasan (ideologi). Berangkat dari ideologi
inilah pendidikan nasional dikembangkan. Ideologi dimaksud adalah ideologi yang
juga melandasi negara Indonesia, yaitu Pancasila.
Pada
hakekatnya, sebagai ideologi dalam pendidikan, pancasila bukan hanya mengandung
aspek-aspek rasional tetapi juga mengandung aspek emosional yang berarti
mengembangkan intelegensi spiritual dan intelegensi emosional peserta didik,
sebagaimana halnya setiap ideologi dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa.
Selain itu sebagai ideologi terbuka, pancasila memerlukan pembinaan, di
antaranya dengan penghayatan nilai-nilai pancasila ke dalam kehidupan nyata,
yang melibatkan perkembangan rasio dan emosi peserta didik dan bukan karena
hafalan dan paksaan. Selain itu, juga perlu mengembangkan program-program
pemantapan, antara lain dengan kajian-kajian rasional dari pelaksanaan
nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, oleh semua lapisan
masyarakat.
4.
a).
P4 yang sekarang dibubarkan itu, apakah bisa dijadikan sebagai landasan
kependidikan, jelaskan pendapat anda.
Jawaban: P4 merupakan penyelenggaraan edukasi publik
nilai-nilai kenusantaraan. Tetap masih bisa jadi pijakan karena semuanya
tidak bisa terlepas dari yang namanya sejarah. Kebijakan edukasi politik
kenusantaraan melalui kelembagaan P4 berupa edukasi publik tolerasi beragama,
falsafah bangsa, wawasan Nusantara dan arah kebijakan pembangunan bangsa.
Edukasi publik yang dikelola secara sistimatis dan terorganisasi itu
memungkinkan seluruh elemen bangsa mengalokasikan energinya dalam satu kesamaan
orientasi kebangsaan melalui peran dan tanggung jawabnya masing-masing.
Menurut hemat saya, Tetap masih
bisa jadi pijakan karena semuanya tidak bisa terlepas dari yang namanya
sejarah. Juga bisa dijadikan sebagai landasan kependidikan, karena isi P4
sebenarnya sangat bagus dan bermanfaat. Apalagi ditengah krisis jatidiri bangsa
saat ini. Pada prinsipnya P4 tetap merupakan pengejawatahan dari nilai-nilai
Pancasila yang terpancar dalam butir-butir Pancasila. Penghapusan P4 pada
era reformasi dilatarbelakangi alasan emosional-politis, P4 telah dibunuh
oleh syahwat politik, sekarang ini akibatnya perlu dihidupkan lagi dalam
menghidupkan moral, karakter dan bangsa yang bermartabat. Yang patut dipermasalahkan
di sini bukan pada P4-nya, melainkan pada pimpinan atau pemerintah yang
menjalankan P4 tersebut, karena pada intinya tidak semua pemerintah
mempolitisasi P4 yang terpenting adalah esensi dari P4 itu sendiri. Jika
dianalogikan antara merokok dan Dokter, dengan pesan dari Dokter merokok
membahayakan kesehatan dianggap setara dengan isi P4. Sementara si Dokter dapat
dikatakan dengan pelaksana kampanye P4 (pemerintah). Apakah bagian pemerintah
itu menjalankan isi P4 atau tidak, itu hal yang lain. Ada dokter yang merokok,
dan ada juga yang tidak. Begitu juga dengan pelaksana pemerintahan, ada yang
melaksanakan prinsip P4 dan ada juga yang tidak.
b).
Komunitas samin (sedulur sikep), di sukalilo pati menentang pendidrian pabrik
semen di daerahnya. Padahal hakikat pendidikan untuk mencerdaskan manusia/warga
negara. Bagaimana komentar anda, analisis dalam prespektif landasan pendidikan
geografi dan landasan pendidikan antropologi budaya.
Jawab: Dalam
prespektif geografi bahwa pendirian pabrik dapat merusak ekosistem gunung,
sumber mata air yang berada di kabupaten pati provinsi jawa tengah, khususnya
kecamatan sukalilo. Sedangkan dalam prespektif antropologi bahwa anggapan
orang-orang yang berada didaerah tersebut menimbulkan kekhawatiran akan
tergesrnya budaya-budaya yang sudah ada dan akan hilang sumber pancahariannya.
Masyarakat tersebut menganggap penting karena diwilayah yang sedang
memperjuangkan identitasnya yakni memperjuangkan daerahnya supaya tidak merusak
ekosistem didaerahnya karena pegunungan didaerah tersebut setiap hari selalu
dikeruk untuk dijadikan pabrik. Namun, menurut pihak yang berkaitan membantah
akan hal itu. Tapi masyarakat sekitar tetap bersih kekeh dalam mempertahankan
daerahnya samapai menurut laporan sudah satu tahun pihaknya mendirikan tenda
disekitar pabrik tersebut itu dilakukannnya sebagai unjuk rasa bahwa mereka
mempertahannkan tanah kelahirannnya tersebut.
Nilai cerdas pada masyarakat
Samin tersebut bersifat ontologis (kebenaran) yang menjelama pada nilai baik.
Yakni cerdas sosial, cerdas moral, intelek dan moral. Nilai kebaikan melekat
pada semua manusia terlepas dari agama, suku dan budaya.