A.
ALIRAN PROGRESIVISME
Progresivisme berasal dari
kata “progress” yang berarti kemajuan. Secara harfiah dapat di
artikan sebagi aliran yang menginginkan kemajuan secara cepat. Progressivisme
adalah suatu aliran yang menekankan, bahwa pendidikan bukanlah sekedar
pemberian sekumpulan pengetahuan kepada peserta didik tetapi hendaklah berisi
aktivitas-aktivitas yang mengarah pada pelatihan kemampuan berpikir mereka
sedemikian rupa sehingga mereka dapat berpikir secara sistematis melalui
cara-cara ilmiah seperti memberikan analisis. Pertimbangan dan pembuatan
kesimpulan menuju pemilihan alternative yang paling memungkinkan untuk
pemecahan masalah yang dihadapi. Progressivisme di sebut juga instrumentalisme,
karena aliran ini beranggapan bahwa intelegensi manusia sebagai alat untuk
hidup, untuk mengembangkan kepribadian manusia. Aliran progressivime memiliki
kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan yang meliputi: ilmu hayat, bahwa manusia
di tuntut untuk mengetahui kehidupan semua masalah.
Aliran progresivisme suatu aliran
filsafat pendidikan yang sangat berpengaruh dalam abad ke 20 ini. Pengaruh itu
terasa diseluruh dunia¸terlebih-lebih di amerika serikat. Usaha pembaharuan
dalam lapangan pendidikan pada umumnya terdorong oleh aliran-aliran
progressivisme ini. Biasanya aliran progressivisme ini di hubungkan dengan
pandangan hidup liberal “The Liberal road to culture”. yang dimaksudkan dengan
ini adalah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terkait oleh suatu
doktrin tertentu) curious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki) toleran dan
open-minded (mempunyai hati terbuka).
Filsafat progresivisme menuntut
kepada penganutnya untuk selalu progress dan bertindak secara konstruktif,
inovatif dan reformatif, aktif serta dinamis. Sebab sudah menjadi naluri
manusia menginginkan perubahan-perubahan. Manusia tidak mau hanya menerima satu
macam keadaan saja, akan tetapi berkemauan hidupnya tidak sama dengan masa
sebelumnya. Untuk mendapatkan perubahan itu manusia harus memiliki pandangan
hidup dimana pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat fleksibel (tidak
kaku, tidak menolak perubahan dan tidak terikat oleh doktrin tertentu) namun
demikian filsafat progressivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah
manusia, kekuatan yang diwarisi manusia sejak lahir ( mans natural powers)
adapun maksudnya adalah manusia sejak ia lahir telah membawa bakat dan
kemampuan(predisposisi) atau potensi kemampuan dasar terutama daya
akalnya sehingga dengan daya akalnya manusia akan dapat mengatasi segala
problematika hidupnya, baik itu tantangan, hambatan, ancaman maupun gangguan
yang timbul dari lingkungan hidupnya. Disini tersirat bahwa intelegensi
merupakan kemampuan problem solving dalam segala situasi baru
atau yang mengandung masalah.
Dengan demikian potensi-potensi
yang dimiliki manusia mempunyai kekuatan-kekuatan yang harus dikembangkan dan
hal ini menjadi perhatian progressivisme. Disini jelas bahwa aliran filsafat
progressivisme menempatkan manusia sebagai makhluk biologis yang utuh dan
menghormati harkat dan martabat manusia sebagi pelaku (subyek) di dalam
hidupnya. Adapun filsafat progressivisme memandang tentang kebudayaan bahwa
budaya sebagai hasil budi manusia, dan akan dikenal sepanjang sejarah sebagai
milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka
pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi kebudayaan itu
haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu. Untuk itu pendidikan sebagai alat untuk
memproses merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi
yang eduktif yang pada hakikatnya akan dapat memberikan warna dan corak
dari out put (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang
dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang
berkualitas unggul, berkompotitif, inisiatif, adapti dan kreatif sanggup
menjawab tantangan zamannya. Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang
berpusat kepada pengalaman atau kurikulum eksperimental yaitu
kurikulum yang berpusat kepada pengalaman, dimana apa yang telah di peroleh
anak didik selama disekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya.
Dengan metode pendidikan “belajar sambil berbuat” (learning by doing) dan
pemecahan masalah (problem solving) dengan langkah-langkah
menghadapi problem, dengan demikian maka sangat jelas sekali bahwa filsafat
progressivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus
maju (progress) sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban
baru.
B. ANTITESIS
Antitesis dari kata yunani ami dan titthenai. yang
berarti melakukan bertentangan, dalam ilmu bahasa berarti secara retoris
mempertentangkan atau mendampingkan kata-kata yang menyandang arti berlawanan.
hal ini dilakukan dengan menyajajarkan kata-kata atau kalimat-kalimat. Jadi, Antitesis
yaitu Suatu pernyataan/pendapat yang menyanggah terhadap suatu
pernyata atau suatu pendapat .
C. TEORI PENDIDIKAN PIRAMIDA ARISTOTELES
Aristoteles hidup pada tahun
384–322 SM. Dia merupakan murid dari Plato. Aristoteles dikenal sebagai
ilmuwan besar, seorang cendekiawan dan intelektual terkemuka. Dalam karirnya
sebagai ilmuwan besar, dia sangat berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
tehnologi dan lain–lain. Dia sangat berjasa dalam bidang logika, metafisika,
politik, ethika, biologi dan psikologi. Dalam dunia pendidikan, Aristoteles
memberikan sumbangan yang sangat luar biasa, terutama dalam pengembangan ilmu
pengetahuan, beliau membangun melalui 2 bentuk piramida pendidikan, yaitu:
1. Piramida
Pendidikan I (pertama), meliputi :
a.
Fisika
b.
Mathesis
c.
Teologi
2. Piramida
Pendidikan ke II (dua), yaitu :
a.
Observasi
b.
Experimen
c.
Berfikir Induktif
Selain berjasa dalam dunia
pendidikan secara umum, ternyata Aristoteles juga memberikan
sumbangan yang besar dalam pembentukan moral dan kepribadian
seseorang sehingga diciptakan Piramida Pendidikan (III), sebagai berikut:
1. Tujuan
2. Pembentukan pembiasaan
3. Kesadaran Aturan .
v Piramida
Pendidikan
Piramida ini sangat berperan
dalam pengembangan ilmu pengetahuan, karena piramida tersebut mengajarkan
kepada manusia, bahwa dalam mencari ilmu pengetahuan, dapat
berpedoman pada piramida sebagai berikut:
1. Fisika
2. Mathesis
3. Teologi
Berdasarkan priramida
tersebut di atas, dalam pencarian ilmu pengetahuan, kita harus berpedoman pada
langkah – langkah sebagai berikut:
1. FISIKA
Berdasarkan
pemikiran fisika, kita dalam mencari pengetahuan dilakukan dengan melakukan
pengamatan–pengamatan terhadap segala sesuatu yang kita lihat/kita amati
melalui alat indera penglihatan. Dari proses melihat lewat mata, hasil yang diperoleh
berupa benda – benda yang kasat mata, misalnya : meja, kusi, mobil dan lain –
lain.
2. MATHESIS
Berdasarkan
pemikiran Mathesis, proses pencarian ilmu pengetahuan, sudah meninggalkan
segala sesuatu berdasarkan penglihatan. Pada Piramida ini, proses pencarian
ilmu pengetahuan, mulai menggunakan berfikir yang lebih mendalam, pemikiran
mulai menggunakan akal, budi ( perasaan).
3. TEOLOGI
Berdasarkan
piramida teologi, proses pencarian ilmu pengetahuan mulai berfikir lebih
mendalam lagi, karena dalam proses teologi sudah mulai berfikir tentang asal
usul, tujuan yang akan dicapai, proses pembentukan, berfikir berdasakan
kenyataan yang sesungguhnya.
v Piramida
Pendidikan yang II ( dua )
Piramida pendidikan yang ke
II, sangat berperan penting dalam pengembangan ilmiah, pemikiran ilmiah dan
pembentukan metode ilmiah, sehingga dapat diperoleh sesuatu secara objektif.
Piramida Pendidikan yang ke II, meliputi:
1. Observasi
2. Experimen
3. Berfikir Induktif
Berdasarkan Piramida
Pendidikan tersebut di atas, dalam pencarian sesuatu untuk mencari
objektifitas, dilakukan melalui proses:
1. OBSERVASI
Prinsip ini
mengharuskan setiap orang dalam mencari sesuatu/kebenaran dilakukan melalui
pengamatan – pengamatan yang jelas terhadap segala sesuatu yang dilihatnya.
2. EXPERIMEN
Prinsip ini
menjelaskan bahwa supaya kebenaran/sesuatu yang diperoleh melalui pengamatan
(observasi) menjadi lebih obyektif lagi, perlu melakukan uij coba/prkatek
melalui kegiatan Experimen (percobaan).
3. BERFIKIR
INDUKTIF
Dalam prinsip
ini, hasil observasi dan dilanjutkan dengan experiment, kemudian dibuat suatu
kesimpulan yang obyektif (kebenaran yang obyektif ), melalui
berfikir induktif, yaitu berfikir dari hal–hal yang khusus kemudian digeneralisasikan,
sehinggga diperoleh teori/ sesuatu yang sifatnya umum ( kebenaran
obyektif ).
v Piramida
Pendidikan yang ke III
Piramida ke 3 ini, sangat
berperan dalam pembentukan moral, kepribadian dan watak seseorang, sehingga
sangat penting dalam bidang Etika. Piramida Pendidikan
tersebut meliputi :
1. Tujuan
2. Pembentukan Kebiasaan
3. Kesadaran atas aturan
Piramida ini sangat berkaitan
erat dengan proses kehidupan manusia, karena prinsip ini berpedoman
bahwa manusia harus lebih dari binatang, sehingga manusia perlu mendapatkan
pendidikan.
Dalam memberikan pendidikan,
menurut Aristoteles tidak hanya berpegangan pada akal semata, tetapi harus
melakukan pendidikan dan bimbingan kepada perasaan – perasaan, sehingga
perasaan–perasaan yang tinggi/besar akan dapat mengendalikan akal pikiran
manusia. Berdasarkan piramida tersebut di atas (ke 3), Aristoteles menjelaskan
bahwa dalam proses pendidikan, meliputi 3 hal, yaitu:
1. MEMPUNYAI
TUJUAN
Menurut prinsip ini, dalam
melakukan pendidikan harus ada tujuan yang jelas, agar segala sesuatu yang
dilakukan dapat terarah, terencana, sehingga tercapailah tujuan yang jelas /
nyata dan dapat tercapai segala yang dikendaki.
2. PEMBENTUKAN
PEMBIASAAN
Prinsip ini menjelaskan bahwa
pada masa anak kecil (masa balita), anak perlu mendapatkan pendidikan ,melalui
pembiasaan–pembiasaan yang baik. Dengan pembiasaan– pembiasaan yang baik, akan
terpupuk pribadi – pribadi yang baik/kokoh kepribadiannya. Pembiasaan merupakan
awal pembentukan moral dan kepribadian anak.
3. KESADARAN
ATURAN
Prinsip ini menjelaskan bahwa
semakin tinggi usia seseorang, akan semakin tinggi pula konsep pikir seseorang,
konsep pikir seseorang akan semakin berkembang. Tidak hanya konsep pikir,
tetapi juga sikap dan prilaku seseorang juga akan mulai berkembang seiring
dengan perkembangan pikir seseorang. Oleh sabab itu seseorang perlu mulai
mendapatkan penanaman kesadaran atas aturan – aturan yang berlaku, hal ini
karena aturan itu akan selalu ada dan mengikat manusia dalam pergaulan.
Kesadaran aturan ini
dimaksudkan untuk mengimbangi dan mengendalikan perkembangan daya pikir
manusia/seseorang serta mengimbangi perkembangan dan mengendalikan
tingkah laku manusia/seseorang. Piramida Pendidikan yang
diciptakan oleh Aristoteles (menurut Aristoteles), dapat
dijadikan sebagai landasan pendidikan di Indonesia, karena:
1. Piramida
I (Fisika, Mathesis, Teologi)
mengandung
makna yang luar biasa bagi dunia pendidikan di Indonesia. Hal ini
karena: dalam proses pendidikan harus dapat mengajak kepada peserta
didik untuk menggunakan seluruh potensi yang ada pada diri seseorang
subyek/obyek pedidikan, baik menggunakan mata, akal pikiran, perasaan dan
potensi yang lain. Sehingga dalam proses pendidikan seluruh potensi yang
dimiliki peserta didik harus dapat dikembangkan secara optimal, melalui
berbagai cara/metode.
2. Piramida
ke II (Observasi, Experimen, Berfikir Induktif )
mengandung
peran yang penting dalam pendidikan di Indonesia. Hal ini
karena: prinsip yang terkandung pada piramida pendidikan yang ke 2
tersebut sangat berperan dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
berfikir ilmiah dan proses penelitian atas sesuatu. Dalam menemukan pengetahuan
(ilmu pengetahuan) yang obyektif, seseorang harus belajar dengan melakukan observasi/pengamatan
terhadap segala sesuatu yang ada, kemudian hasil pengamatan/observasi diuji
melalui uii coba (experiment), hasil experiment yang dilakkan akan menghasilkan
sesuatu melalui berfikir Induktif.
3. Piramida
ke III (tujuan, pembentukan pembiasaan dan kesadaran Aturan)
mengandung peran penting dalam pembentukan
Watak/Kepribadian dan tingkah laku manusia/seseorang serta moral
seseorang/manusia. Piramida ke 3 berkaitan erat dengan pembentukan etika pada
seseorang (manusia). Hal ini karena: prinsip yang terdapat pada
piramida ke 3, mengajarkan kepada setiap pelaku pendidikan/dunia pendidikan,
terutama dalam proses pembentukan kepribadian seseorang, watak dan tingkah laku
seseorang.
Oleh sebab itu, dalam
pembentukan moral, kepribadian/watak dan tingkah laku manusia/seseorang, perlu
diawali dengan kejelasan tujuan/maksud yang terarah, terencana dilanjutkan
dengan pembentukan pembiasaan dan penumbuhan kesadaran terhadap aturan yang
berlaku.
D. ANALISIS
Bahwa pendidikan bukanlah sekedar
pemberian sekumpulan pengetahuan kepada peserta didik tetapi hendaklah berisi
aktivitas-aktivitas yang mengarah pada pelatihan kemampuan berpikir mereka
sedemikian rupa sehingga mereka dapat berpikir secara sistematis melalui
cara-cara ilmiah seperti memberikan analisis. Biasanya aliran progressivisme
ini di hubungkan dengan pandangan hidup liberal “The Liberal road to culture”.
yang dimaksudkan dengan ini adalah pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut: fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terkait
oleh suatu doktrin tertentu) curious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki)
toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka). Dengan demikian
potensi-potensi yang dimiliki manusia mempunyai kekuatan-kekuatan yang harus
dikembangkan dan hal ini menjadi perhatian progressivisme. Disini jelas bahwa
aliran filsafat progressivisme menempatkan manusia sebagai makhluk biologis
yang utuh dan menghormati harkat dan martabat manusia sebagi pelaku (subyek) di
dalam hidupnya. Adapun filsafat progressivisme memandang tentang kebudayaan
bahwa budaya sebagai hasil budi manusia, dan akan dikenal sepanjang sejarah
sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan berubah.
Maka pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi kebudayaan itu
haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu. Untuk itu pendidikan sebagai alat untuk
memproses merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat menciptakan situasi
yang eduktif yang pada hakikatnya akan dapat memberikan warna dan corak
dari out put (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang
dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang
berkualitas unggul, berkompotitif, inisiatif, adapti dan kreatif sanggup
menjawab tantangan zamannya. Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang
berpusat kepada pengalaman atau kurikulum eksperimental yaitu
kurikulum yang berpusat kepada pengalaman, dimana apa yang telah di peroleh
anak didik selama disekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan nyatanya. Tapi
pada kenyataanya dilapangan (di indonesia) belum bisa dibuktikan sedangkan
menurut Aristoteles sendiri Dalam dunia
pendidikan, memberikan sumbangan yang sangat luar biasa, terutama dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, beliau juga membangun melalui 2 bentuk piramida
pendidikan juga memberikan sumbangan yang besar dalam pembentukan
moral dan kepribadian seseorang. Di indonesia sendiri anehnya ternyata masih
banyak sekolah yang tawuran dan membolos dalam jam-jam sekolah dan inilah yang
menjadi potret pendidikan kita yang tidak baik. Cukuplah disini potret-potret
yang kurang pantas. harapan saya mudah-mudah kedepan pendidikan di inonesia
akan semakin baik lagi sehingga menuju pendidikan yang beradab.
E. KESIMPULAN
Progresivisme berasal dari
kata “progress” yang berarti kemajuan. Secara harfiah dapat di
artikan sebagi aliran yang menginginkan kemajuan secara cepat. Progressivisme
adalah suatu aliran yang menekankan kepada penganutnya untuk selalu progress
dan bertindak secara konstruktif, inovatif dan reformatif, aktif serta dinamis.
Sebab sudah menjadi naluri manusia menginginkan perubahan-perubahan. Manusia
tidak mau hanya menerima satu macam keadaan saja, akan tetapi berkemauan
hidupnya tidak sama dengan masa sebelumnya. Untuk mendapatkan perubahan itu
manusia harus memiliki pandangan hidup dimana pandangan hidup yang bertumpu
pada sifat-sifat fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan dan tidak
terikat oleh doktrin tertentu) namun demikian filsafat progressivisme menaruh
kepercayaan terhadap kekuatan alamiah manusia, kekuatan yang diwarisi manusia
sejak lahir ( mans natural powers) adapun maksudnya adalah manusia sejak ia
lahir telah membawa bakat dan kemampuan (predisposisi) atau potensi
kemampuan dasar terutama daya akalnya sehingga dengan daya akalnya manusia akan
dapat mengatasi segala problematika hidupnya, baik itu tantangan, hambatan,
ancaman maupun gangguan yang timbul dari lingkungan hidupnya. Disini tersirat
bahwa intelegensi merupakan kemampuan problem solving dalam
segala situasi baru atau yang mengandung masalah. Sedangkan Antitesis dari kata yunani ami dan titthenai. yang
berarti melakukan bertentangan, dalam ilmu bahasa berarti secara retoris
mempertentangkan atau mendampingkan kata-kata yang menyandang arti berlawanan.
hal ini dilakukan dengan menyajajarkan kata-kata atau kalimat-kalimat.
Dalam
memberikan pendidikan, menurut Aristoteles tidak hanya berpegangan pada akal
semata, tetapi harus melakukan pendidikan dan bimbingan kepada perasaan –
perasaan, sehingga perasaan–perasaan yang tinggi/besar akan dapat mengendalikan
akal pikiran manusia. bahwa semakin tinggi usia seseorang, akan semakin tinggi
pula konsep pikir seseorang, konsep pikir seseorang akan semakin berkembang.
Tidak hanya konsep pikir, tetapi juga sikap dan prilaku seseorang juga akan
mulai berkembang seiring dengan perkembangan pikir seseorang.
F.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Hasbullah. 1990. Sitematik Filsafat.Yogyakarta: Widjaya.
Barnadib,
Imam. 1990.Filsafat Pedidikan Sistem dan
Metode. Yogyakarta: Andi Offset.
http://anshar-.blogspot.co.idfilsafat-Pendidikan progresivisme.html.diunduh
06/10/2015.
http://masslametraharjo.blogspot.co.id/. Diunduh 30/09/2015.
http://pojokyudhapradana.blogspot.com/aliranaliran-pendidikan-dalam-filsafat.htm
Idris, H. Sahara dan Jamal,
Lisman. 1992. Pengantar Pendidikan.Jakarta:Grasindo
Indar,
Djumberansyah. 1994. Filsafat Pedidikan.
Surabaya: Karya Abditama
Ismail
Thoib.2008.Wacana Baru Pendidikan Meretas
Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta: Genta Press.
Jalaluddin,
dkk.2008.Filsafat Pedidikan Manusia. Jakarta:
Media Pratama.
Muhmidayeli.2005.Filsafat Pendidikan. Pekanbaru: LSFK2P.
Murtiningsih dan Siti.2004.Pendidikan Alat Perlawanan, Resist Book.Sadullah, Uyah. Drs, Pengantar Filsafat
Pendidikan.Yogyakarta: Alfabet.
Noor Syam,
Muhammad.1988. Filsafat Pendidikan dan
Dasar Filsafat Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Sadullah,
Uyoh. 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan.
Bandung: ALFABETA
Sumitro, Dkk, Pengantar Ilmu Pendidikan, IKIP
Yogyakarta
Zuhairi dkk. 2008. Filsafat Pendidikan. Jakarta:Bumi Aksara.
--------------.
1995. Filsafat Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar