Minggu, 25 Oktober 2015

LEMBAR JAWABAN UJIAN SEMESTER LANDASAN KEPENDIDIKAN

TUGAS
MATA KULIAH LANDASAN KEPENDIDIKAN
( Dosen : Prof. Dr. Suyahmo, M.Si )


UJIAN SEMESTER
                                                                                      





Oleh :
SIHA ABDUROHIM
0301515015



PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL  S2
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015




LEMBAR JAWABAN UJIAN SEMESTER
1.   a).Sejarah sebagai landasan kependidikan, yang muaranya untuk mencerdaskan murid agar mampu berpikir benar, baik dan bijaksana. Orde Lama dan Orde Baru dalam hal sejarah penggali pancasila, berbeda persepsi antara keduanya. Analisis hal ini, dalam perspektif landasan pendidikan yang muaranya untuk mencerdaskan siswa/murid.
Jawab: Kajian sejarah selalu terkait 3 unsur, yaitu: manusia (perilaku), ruang, dan waktu. Penggali pancasila pada masa Orde lama adalah Bung karno. Ada yang mengatakan bahwa M. Yamin, menurut orde lama bahwa  penggali pancasila adalah soekarno tapi dalam orde baru ingin menghapus jasa-jasa sokarnoisme hal inilah karena adanya unsur kepentingan. Yakni dari orde baru Soeharto. Kesalahan lain Orde Baru adalah menjadikan Pancasila sebagai landasan amal. Dan Kesalahan Orde Baru adalah menjadikan Pancasila sebagai landasan amal. Untuk menjelaskan akan hal tersebut kapada siswa maka guru harus menjelaskan semuanya tetapi guru harus bisa membatasi mana yang baik dan yang tidak baik. Sehingga siswa mampu berfikir benar, baik dan bijaksana.
Benarkah Bung Karno adalah orang pertama yang merumuskan Pancasila? Ternyata tidak! Tiga hari sebelum pidato Bung Karno itu, pada 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin sudah terlebih dahulu menyampaikan pidatonya yang juga mengandung usulan lima dasar bagi Indonesia merdeka, yaitu (1) peri kebangsaan (2) peri kemanusiaan (3) peri-Ketuhanan (4) peri kerakyatan dan (5) kesejahteraan rakyat.
Tidak ada perbedaan fundamental antara lima asas Yamin dengan lima dasar Soekarno. Panjang naskah pidatonya pun sama, yaitu 20 halaman. Karena itulah, B.J. Boland dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia (The Hague: Martinus Nijhoff, 1971), menyimpulkan bahwa “The Pancasila was in fact a creation of Yamin and not Soekarno’s.” (Pancasila faktanya adalah karya Yamin dan bukan karya Soekarno).
Bahkan, tentang nama Pancasila sendiri, diakui oleh Soekarno ia mengkonsultasikan nama itu kepada seorang ahli bahasa, yang tidak lain adalah Muhammad Yamin. Dalam bukuSejarah Lahirnya Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila(Inti Idayu Press, 1984) disebutkan, bahwa Soekarno pada tahun 1966 mengakui, kata “sila” adalah sumbangan Yamin, sedangkan kata “Panca” berasal dari dirinya. (Lihat, Endang Saifuddin Anshari, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, (Jakarta: GIP, 1997),hal. 18-19). Juga, Restu Gunawan, Muhammad Yamin dan Cita-cita Persatuan, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2005), hal. 48-50).
Juga, sebagai catatan, soal penggali Pancasila sebenarnya hingga kini masih menyisakan perdebatan. Dalam rapat-rapat BPUPK, sebenarnya ada sekitar 30 anggota yang berbicara, termasuk Mohammad Hatta. Anehnya, hanya pidato 3 orang saja yang dimasukkan ke dalam buku Muhammad Yamin,Pembahasan Undang-undang Dasar Jilid I. Notulen rapat BPUPK semula dipegang oleh RP Suroso, lalu dipimjam oleh Adinegoro. Selanjutnya Muhammad Yamin meminjam dari Adinegoro dengan alasan akan diterbitkan, untuk itu perlu diedit. Sampai meninggalnya Yamin, naskah notulen tersebut tidak pernah muncul, sementara yang beredar di masyarakat adalah bukunya Yamin, yang hanya memuat pidato 3 orang saja. Bung Hatta pernah mengaku sangat kecewa dengan hilangnya notulen BPUPK tersebut.
Jadi, peringatan kelahiran Pancasila pada 1 Juni dan menyandarkannya pada Bung Karno, masih perlu penelaahan sejarah yang lebih serius. Bukti-bukti sejarah jutru menunjukkan, bahwa rumusan Pancasila resmi saat ini, sebenarnya lahir pada 18 Agustus 1945. Oleh sebab itu, lebih tepat jika hari lahir pancasila disebut tanggal 18 Agustus 1945. Tanggal 1 Juni adalah peringatan Pidato Bung Karno tentang Pancasila, dan bukan Hari Lahir Pancasila.
Sebelum rumusan resmi 18 Agustus 1945, sudah ada rumusan resmi Pancasila yang disepakati dalam BPUPK, yaitu rumusan Piagam Pancasila versi Piagam Jakarta (Pembukaan UUD 1945). Bedanya, hanya terletak pada rumusan tujuh kata pada sila pertama, yaitu “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
                                                                                                           
b).Budaya sebagai landasan kependidikan. Budaya daerah di indonesia bersifat multikultural, dengan demikian jadi bisa menghasilkan out-put peserta didik yang berbeda-beda karakternya. Hal ini tidak sejalan dengan pembangunan karakter bangsa yang sedang digalakkan. Bagaimana komentar anda dalam hal ini, jelaskan.
Jawab: Budaya itu menambah rasa suka, mengurangi ketidaksukaan. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara individual maupun secara kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu sukubangsa (dan ras), gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat. 
Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, mau tidak mau harus bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi demokrasi dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang. Sehingga setiap orang Indoensia nantinya, akan mempunyai kesadaran tanggung jawab sebagai orang warga negara Indonesia, sebagai warga sukubangsa dankebudayaannya, tergolong sebagai gender tertentu, dan tergolong sebagai umur tertentu yang tidak akan berlaku sewenang-wenang terhadap orang atau kelompok yang tergolong lain dari dirinya sendiri dan akan mampu untuk secara logika menolak diskriminasi dan perlakuakn sewenang-wenang oleh kelompok atau masyarakat yang dominan. Program penyebarluasan dan pemantapan ideologi multikulturalisme ini pernah saya usulkan untuk dilakukan melalui pendidikakn dari SD s.d. Sekolah Menengah Atas, dan juga S1 Universitas. Melalui kesempatan ini saya juga ingin mengusulkan bahwa ideologi multikulturalisme seharusnya juga disebarluaskan dan dimantapkan melalui program-program yang diselenggarakan oleh LSM yang yang sejenis. 
Perjuangan anti-diskriminasi dan perjuangan hak-hak hidup dalam kesederajatan dari minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan politik adalah perjuangan kekuatan. Perjuangan kekuatan yang akan memberikan kekuatan kepada kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk berbeda dapat dipertahankan dan tidak tidak didiskriminasi karena digolongkan sebagai sederajad dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan. Perjuangan politik seperti ini menuntut adanya landasan logika yang masuk akal di samping kekuatan nyata yang harus digunakan dalam penerapannya.Logika yang masuk akal tersebut ada dalam multikulturalisme dan dalam demokrasi.
Upaya yang telah dan sedang dilakukan terhadap lima kelompok minoritas di Indonesia oleh LSM, untuk meningkatkan derajad mereka, mungkin dapat dilakukan melalui program-program pendidikan yang mencakup ideologi multikulturalisme dan demokrasi serta kebangsaan, dan berbagai upaya untuk menstimuli peningkatan kerja produktif dan profesi. Sehingga mereka itu tidak lagi berada dalam keterbelakangan dan ketergantungan pada kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat setempat dimana kelompok minoritas itu hidup. Selaku pisau analisa, perlu terlebih dahulu dibedah pengertian dari keanekaragaman kultur atau “multikultur”. Kajian mengenai masyarakat majemuk ini signifikan terutama di dalam masyarakat yang memang terdiri atas aneka pelapisan sosial dan budaya yang satu sama lain saling berbeda. Indonesia, sebab itu, mengembangkan slogan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu). Slogan tersebut bersifat filosofis-politis, oleh sebab tanpa adanya unsure pemersatu, akan mudah kiranya memecah-belah kohesi politik masyarakat yang mendiami sekujur kepulauan nusantara ini.
2.        a).Ekonomi sebagai landasan pendidikan. Ekonomi sejahtera akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Analisis hal ini, dengan contoh konkret.
Jawab: Hal yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan ada 2, yaitu: 1. Ekonomi harus mampu, dan motivasi untuk belajar tinggi. Oleh karena itu, ekonomi kaya dan motivasinya tinggi maka pastinya harapannya berhasil sedangkan orang tidak mampu tapi semangatnya tinggi maka beasiswa harus masuk.  
Contoh: pemerintah mengadakan Bos dan bidik misi untuk siswa-siswa yang berprestasi namun kurang mampu dalam biayanya. Banyak dari keluarga yang kurang mampu menganggap pendidikan itu milik orang kaya.  mereka merasa bahwa  masuk keperguruan tinggi merupakan hal yang sulit  untuk diwujudkan. dan anggapan itu dipatahkan oleh angga lestari, mereka lahir dengan keluarga yang sederhana tetapi prestasi membuat orang banyak berdecak kagum. angga berasal dari pinggiran jogja dibawahnya merapi. pekerjaan ayahnya buruh tani didesa.dan  ibunya bekerja membantu ayah, namun hal tersebut tidak menyurutkan langkah angga untuk trus melanjutkan kuliyah. Dia masuk di kampus sebelas maret dengan beasiswa bidik misi. Malaupun begitu ia mendapatkan nilai (3,96) cumlude.

b).politik sebagai landasan kependidikan dalam aktualisasinya cenderung berorientasi pada penalaran deduktif logik. Hal demikian ini hasil out-put nya akan jauh dari kualitas yang diinginkan. Bagimana komentar anda dalam hal ini, jelaskan.
 Jawab: Aktualisasi politik sebagai landasan kependidikan memang cenderung berorientasi pada penalaran deduktif logik sehingga menempatkan pada out put yang jauh dari kualitas yang diinginkan. Secara politik hal ini terjadi karena adanya keinginan menyamakan atau menyeragamkan kualitas masyarakat sehingga yang dikejar pada umumnya adalah bagaimana menghasilkan banyak masyarakat yang menyandang pendidikan atau lulusan  terdidik tanpa menyeimbangkan dengan kualitas pengajaran dan hasil didikan sehingga yang muncul kemudian kebanyakan out put yang  ragukan kualitasnya. Penalaran deduktif logik sebagai aktualisasi politik mengakibatkan kesetaran kuantitas dan kualitas dalam pendidikan tidak dapat diciptakan. Peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan.

Dengan demikian, baiknya aktualisasi politik sebagai landasan kependidikan menggunakan penalaran yang diseimbangkan antara penalaran induktif logik dengan penalaran deduktif logik. Hal ini akan menyelaraskan penalaran logik yakni dengan menghasilkan out put yang secara kuantitas sesuai harapan juga secara kualitas tidak di ragukan.

3.        a).pemerintah akan membuat kebijakan tentang warga negara yang umurnya 50 tahun kebawah, dikenai kewajiban bela negara. Namun hal ini menimbulkan pro dan kontra. Analisis hal ini dalam prespektif landasan pendidikan PKn.
Jawab:  Timbulnya pro dan kontra karena dalam masyarakat berbeda pemahaman. Dalam landasan PKn mengajarkan pada pancasila yang merujuk pada nilai-nilai kebaikan dan kebijaksanaan. 
Kamis, 22 Oktober nanti Presiden Joko Widodo akan membuka program Bela Negara serentak di 45 Kabupaten/Kota di Indonesia. Program yang awalnya direncanakan dibuka pada tanggal 19 ini, harus ditunda dikarenakan alasan perlu dilakukannya sosialisasi dan persiapan teknis yang lebih matang. Sedikit mengejutkan bagi saya, karena belum pernah saya dengar program ini sebelumnya. Namun ternyata program ini telah digagas dan direncanakan sejak awal tahun ini. Sekilas mendengarkan kata Program Bela Negara, langsung terpikir di kepala saya program layaknya di Negera-Negara layaknya Korea maupun Rusia dengan program Wajib Militernya.
Program Bela Negara diwajibkan untuk warga Negara berusia 50 tahun ke bawah dengan program berupa latihan fisik dan psikis. Menteri pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu mengatakan saat ini kecintaan terhadap Tanah Air kurang begitu dimiliki oleh generasi muda. Selain itu, generasi muda juga kurang mendalami mengenai wawasan kebangsaan. Luaran yang ingin dicapai dari program ini adalah untuk generasi muda, kembali memiliki rasa cinta Tanah Air dan punya wawasan kebangsaan yang luas. Dari program ini harapannya tebentuk kader-kader yang disebut kader Bela Negara yang dapat menciptakan kedisiplinan dan juga menumbuhkan rasa kecintaan terhadap Indonesia yang lebih besar. Target pada tahun ini, adalah terbentuk 4500 kader pembela Negara di 45 kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang akan dibuka oleh Presiden Jokowi Kamis nanti. Masih banyak pro-kontra dari pelaksanaan program Bela Negara, dengan berbagai alasan dan sangat benyak celah yang bisa diserang untuk menolak dan melemahkan pelaksanaan program ini.
Memang Bela negara berbeda, jika Wajib Militer (Wamil) orientasinya lebih kepada untuk menciptakan orang-orang yang siap berperang mengangkat senjata demi menjaga kedaulatan Negara, sederhananya disebut militerisasi. Namun di program Bela Negara ini, digadang-gadang bahwa program ini akan membina dan meningkatkan kecintaan terhadap tanah air yang mulai luntur di masyarakat. Program ini diperuntukkan bagi seluruh rakyat Indonesia dari berbagai kalangan usia. Program ini dimulai sejak masuk pendidikan formal Negara, melalui kurikulum belajarnya. Juga ada waktu dimana kader Bela Negara akan dibentuk melalui kamp di distrik-distrik militer selama satu bulan dengan penggemblengan fisik dan mental demi membentuk karakter yang kuat dan tangguh sehingga layak disebut sebagai kader Bela Negara. Tentu program tersebut akan diatur melalui peraturan yang telah terstruktur dan disesuaikan dengan usia dari kader yang dibina. Meskipun saya juga belum tahu dengan pasti dan juga belum merasa tersosialisasikan tentang program ini.
Menarik sebenarnya untuk mengetahui lebih banyak tentang program ini, namun untuk saat ini saya lebih tertarik untuk membahas tentang keterkaitan mahasiswa dalam program ini, yang tentu berasal dari sudut pandang mahasiswa. Karena menurut saya salah satu sasaran utama dan menjadi dasar lahirnya program ini adalah dari kegiatan mahasiswa saat ini.
Di dalam kampus juga terdapat suatu sistem yang membentuk karakter dengan metode penanaman nilai-nilai yang esensial bagi mahasiswa. Mulai dari masa mahasiswa baru, kita sudah merasakan berbagai macam sistem yang telah diciptakan secara terstruktur. Tujuannya tentu indah: Membentuk karakter yang tangguh yang siap secara fisik dan mental untuk membangun bangsa, sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pertanyannya adalah, berhasilkah?
Kita hidup di jaman yang sangat memanjakan. Dimana semua yang diinginkan hanya tinggal tentang permainan jari. Sering disebut generasi instan, jarang kita lihat mahasiswa yang berani mengaktualisasikan dirinya melalui tindakan yang “nyata”, yang bisa mengubah kondisi lingkungan, dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Dengan kondisi yang demikian, kita lebih sering mendengar keluhan, kicauan keresahan, dan berbagai alasan ketidaknyamanan yangpointless, tanpa dasar, hanya berdasarkan pada pemikiran individu yang malas untuk bertindak dan berpikir. Jarang sekali kita mendengarkan gagasan yang berbuah solusi untuk mengatasi permasalahan bangsa, lingkungan sekitar dan kampus. Kita dibentuk dari sistem yang meninggikan ego pribadi atau golongan, sehingga kita akan lebih bersikap individualis dan apatis. Tentu ini bukan semata-mata kesalahan kita, bisa jadi kita merupakan korban karena memang dari awal kita berkembang di masyarakat selalu didoktrin untuk meraih ambisi pribadi, bahkan di bangku pendidikan formal Negara.
Kehidupan di kampus tentu saja diharapkan akan membawa perubahan yang besar terhadap pola pikir suatu bangsa, karena disini berkumpul para kaum intelektual yang tentu diharapkan mampu memimpin dirinya sendiri untuk mencapai sebuah perubahan yang massif. Tentu saja itu akan terwujud dengan daya dukung dan sinergitas dari seluruh elemen kampus, baik dari sistem, pelaku sistem, dan tentu objek dari sistem tersebut.
Masih banyak sekali mahasiswa yang bersikap kekanak-kanakkan. Mengedepankan ego dan kebanggaan terhadap identitas pribadi atau golongan. “Merintih ketika ditekan, tetapi menekan ketika berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain” begitu sekiranya ucapan dari Soe Hok Gie, salah seorang tokoh aktivis mahasiswa.
Kebanyakan sistem yang berjalan memiliki tembakan kepada hal-hal yang mendasar, utamanya tentang memanajemen sesuatu tak terkecuali diri sendiri. Selain itu juga lebih banyak porsi pengembangan pada hal-hal yang esensial dan menjawab kebutuhan organisasi. Tak terkecuali di kampus saya. Namun pada praktiknya, sasaran yang ingin dicapai mungkin hanya sedikit saja yang terealisasikan. Banyak sekali terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai yang ingin dituju oleh suatu sistem. Padahal, hal-hal tersebut merupakan hal yang sangat mendasar dan pasti bisa tercapai hanya dengan meningkatkan kesadaran terhadap aktualisasi diri. Namun masih saja sulit terlaksana, mungkin karena kita memang terlalu dimanjakan oleh segala hal yang memudahkan kita.
Tri Dharma Perguruan Tinggi yang seharusnya menjadi salah satu patokan pergerakan mahasiswa, sangat minim realisasinya. Mungkin hanya sedikit yang dapat memaknai TDPT ini, apalagi bila dikaitkan dengan kontribusi terhadap Negara. Jangankan kontribusi, mungkin kesadaran terhadap rasa nasionalisme; cinta Negara; mulai luntur dengan segala sesuatu yang menyibukkan kita. Tentu saja dengan kondisi yang demikian, sangat sulit untuk berkontribusi secara totalitas kepada Negara.
Program Bela Negara dianggap bisa memberi solusi terhadap permasalahan tadi. Dari beberapa talkshow tentang program ini yang saya ikuti, hampir semua menyatakan bahwa ini untuk menjawab kegagalan sistem yang ada di pendidikan kita, khususnya di kampus. Berulang kali narasumber di talkshow-talkshow tersebut menyebutkan kata “Mahasiswa” sebagai biang atau tokoh utama yang seharusnya bisa diharapkan menjadi piilar utama Bangsa. Berbagai kegagalan sistem di kampus yang menimbulkan trauma dan paradigma buruk di berbagai kalangan masyarakat bisa jadi menjadi alasan yang tepat bagi pelaksanaan program Bela Negara.
b).Dikalangan pondok pesantren, cara mendidik murid santrinya lebih banyak didominasi dengan landasan pendidikan nilai-nilai agama. Sedangkan indonesia, landasan pendidikannya adalah idiologi Pancasila. Bagaimana komentar anda terhadap masalah ini , jelaskan.   
Jawab:  Menurut hebat saya, dari pesantren dan sebuah bangsa keduanya itu mengajarkan pada sebuah nilai-nilai kebaikan dan kebenaran yang didalamnya disisipi dengan landasan budi pekerti yang tercermin para karakter murid santri/warga negara.  Sehingga menjelma pada pendidikan yang cerdas.  pancasila nilai dasar  (idiologi) merupakan sebuah sistem nilai atau keyakinan yang diterima sebagai fakta atau kebenaran oleh kelompok tertentu. Ia tersusun dari serangkaian sikap terhadap berbagai lembaga serta proses masyarakat. Selanjutnya, sebagai usaha sadar yang memiliki tujuan, pendidikan sudah tentu memiliki landasan (ideologi). Berangkat dari ideologi inilah pendidikan nasional dikembangkan. Ideologi dimaksud adalah ideologi yang juga melandasi negara Indonesia, yaitu Pancasila.
Pada hakekatnya, sebagai ideologi dalam pendidikan, pancasila bukan hanya mengandung aspek-aspek rasional tetapi juga mengandung aspek emosional yang berarti mengembangkan intelegensi spiritual dan intelegensi emosional peserta didik, sebagaimana halnya setiap ideologi dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa. Selain itu sebagai ideologi terbuka, pancasila memerlukan pembinaan, di antaranya dengan penghayatan nilai-nilai pancasila ke dalam kehidupan nyata, yang melibatkan perkembangan rasio dan emosi peserta didik dan bukan karena hafalan dan paksaan. Selain itu, juga perlu mengembangkan program-program pemantapan, antara lain dengan kajian-kajian rasional dari pelaksanaan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, oleh semua lapisan masyarakat.

4.        a). P4 yang sekarang dibubarkan itu, apakah bisa dijadikan sebagai landasan kependidikan, jelaskan pendapat anda.
Jawaban: P4 merupakan penyelenggaraan edukasi publik nilai-nilai kenusantaraan. Tetap masih bisa jadi pijakan karena semuanya tidak bisa terlepas dari yang namanya sejarah. Kebijakan edukasi politik kenusantaraan melalui kelembagaan P4 berupa edukasi publik tolerasi beragama, falsafah bangsa, wawasan Nusantara dan arah kebijakan pembangunan bangsa. Edukasi publik yang dikelola secara sistimatis dan terorganisasi itu memungkinkan seluruh elemen bangsa mengalokasikan energinya dalam satu kesamaan orientasi kebangsaan melalui peran dan tanggung jawabnya masing-masing.

Menurut hemat saya, Tetap masih bisa jadi pijakan karena semuanya tidak bisa terlepas dari yang namanya sejarah. Juga bisa dijadikan sebagai landasan kependidikan, karena isi P4 sebenarnya sangat bagus dan bermanfaat. Apalagi ditengah krisis jatidiri bangsa saat ini. Pada prinsipnya P4 tetap merupakan pengejawatahan dari nilai-nilai Pancasila yang terpancar dalam butir-butir Pancasila. Penghapusan P4 pada era reformasi dilatarbelakangi alasan emosional-politis, P4 telah dibunuh oleh syahwat politik, sekarang ini akibatnya perlu dihidupkan lagi dalam menghidupkan moral, karakter dan bangsa yang bermartabat. Yang patut dipermasalahkan di sini bukan pada P4-nya, melainkan pada pimpinan atau pemerintah yang menjalankan P4 tersebut, karena pada intinya tidak semua pemerintah mempolitisasi P4 yang terpenting adalah esensi dari P4 itu sendiri. Jika dianalogikan antara merokok dan Dokter, dengan pesan dari Dokter merokok membahayakan kesehatan dianggap setara dengan isi P4. Sementara si Dokter dapat dikatakan dengan pelaksana kampanye P4 (pemerintah). Apakah bagian pemerintah itu menjalankan isi P4 atau tidak, itu hal yang lain. Ada dokter yang merokok, dan ada juga yang tidak. Begitu juga dengan pelaksana pemerintahan, ada yang melaksanakan prinsip P4 dan ada juga yang tidak.

b). Komunitas samin (sedulur sikep), di sukalilo pati menentang pendidrian pabrik semen di daerahnya. Padahal hakikat pendidikan untuk mencerdaskan manusia/warga negara. Bagaimana komentar anda, analisis dalam prespektif landasan pendidikan geografi dan landasan pendidikan antropologi budaya.   
Jawab: Dalam prespektif geografi bahwa pendirian pabrik dapat merusak ekosistem gunung, sumber mata air yang berada di kabupaten pati provinsi jawa tengah, khususnya kecamatan sukalilo. Sedangkan dalam prespektif antropologi bahwa anggapan orang-orang yang berada didaerah tersebut menimbulkan kekhawatiran akan tergesrnya budaya-budaya yang sudah ada dan akan hilang sumber pancahariannya. Masyarakat tersebut menganggap penting karena diwilayah yang sedang memperjuangkan identitasnya yakni memperjuangkan daerahnya supaya tidak merusak ekosistem didaerahnya karena pegunungan didaerah tersebut setiap hari selalu dikeruk untuk dijadikan pabrik. Namun, menurut pihak yang berkaitan membantah akan hal itu. Tapi masyarakat sekitar tetap bersih kekeh dalam mempertahankan daerahnya samapai menurut laporan sudah satu tahun pihaknya mendirikan tenda disekitar pabrik tersebut itu dilakukannnya sebagai unjuk rasa bahwa mereka mempertahannkan tanah kelahirannnya tersebut.
Nilai cerdas pada masyarakat Samin tersebut bersifat ontologis (kebenaran) yang menjelama pada nilai baik. Yakni cerdas sosial, cerdas moral, intelek dan moral. Nilai kebaikan melekat pada semua manusia terlepas dari agama, suku dan budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar